Danny menyebutkan surat edaran tersebut dibuat agar tidak muncul anggapan adanya unsur pemaksaan dari pimpinan perusahaan atau pengusaha terhadap karyawannya yang bisa berpotensi munculnya ketersinggungan bernada SARA.
"Surat Edaran itu berdasarkan Pasal 29 UUD 1945 yang menjamin kebebasan warga negara memeluk agama, landasannya sangat jelas dan zaman sekarang ini sangat mudah orang-orang tersulut emosi dengan adanya viral di social media, misalnya bilamana ada mengaku dipaksa berkostum yang tidak sesuai keyakinannya, bisa muncul kemarahan publik pada perusahaannya," ujar Danny kepada detikcom, Selasa (20/12/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun dari kelompok pengusaha, Ketua BPD Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Sulawesi Selatan Herman Heizer mendukung terbitnya surat edaran terkait dengan larangan pemaksaan penggunaan atribut Natal tersebut.
"Pada prinsipnya, saya setuju dengan Surat Edaran Wali Kota Makassar, karena itu terkait dengan hak asasi manusia karyawan tersebut untuk terbebas dari tekanan-tekanan dari pimpinannya. Surat edaran bisa menghindarkan potensi konflik yang bernada SARA yang bisa berdampak pada dunia usaha juga akhirnya," ujar Herman.
Ketua PHRI Sulsel Anggiat Sinaga sendiri mengaku belum membaca atau menerima surat edaran dari Wali Kota Danny.
"Saya belum bisa berkomentar karena belum membaca suratnya," ujar CEO Phinisi Hospitality Group yang membawahkan 5 hotel di Makassar dan Kendari tersebut. (mna/idh)











































