"Tugas MUI sebagai wadah ulama adalah melaksanakan pengawalan aqidah umat, memberikan pecerahan dan menerbitkan fatwa sesuai kebutuhan umat. Adapun yang mengeksekusi fatwa di lapangan itu adalah umara (pemerintah). Ini perwujudan konkret kerja sama ulama-umara," jelas Baharun dalam keterangan tertulisnya kepada detikcom, Senin (19/12/2016).
Ia juga menjelaskan bahwa tidak dibenarkan adanya eksekusi fatwa MUI dengan aksi sweeping. Baharun menekankan bahwa eksekusi fatwa menjadi wewenang penegak hukum yang sah, yaitu polisi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Guru Besar Sosiologi Agama ini menambahkan bahwa fatwa MUI lebih baik disampaikan dalam kegiatan sosialisasi yang baik. Hal ini ditujukan untuk menguatkan kerukunan antarumat beragama.
"Yang tepat adalah fatwa MUI itu oleh da'i dan muballigh disampaikan dengan mauidhoh hasanah. Yaitu sosialisasi yang baik agar menguatkan kerukunan umat beragama yang ada," ujarnya.
Dia juga menyampaikan bahwa memaksakan seseorang untuk menggunakan atribut agama adalah hal yang tidak diperbolehkan. Apalagi atribut keagamaan itu berasal dari agama atau keyakinan yang berbeda dari orang tersebut.
"Memang tidak boleh memaksakan kehendak terhadap siapapun menggunakan atribut atau simbol ibadah kepada seseorang, apalagi tidak sesuai dengan keyakinannya atau karena paksaan. Namun hal itu harus diberitahu dan dijelaskan melalui dakwah bukan sweeping. MUI mengharapkan toleransi umat beragama tetap berlangsung harmonis," tandasnya. (HSF/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini