"Waktu Rapat Dengar Pendapat (RDP) kemarin, saya juga tanya ke Fraksi PPP dan PDIP, apa pertimbangannya diturunkan, kan nggak jelas? Kalau dulu dinaikkan karena usia harapan hidup meningkat. Kalau catatan saya ini belum jelas turun, pensiun kalaupun diturunkan dalam RUU sekarang tidak boleh retroaktif," ujar Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP), Astriyani, di sela-sela acara diskusi di Hotel Le Meridien, Jakarta Selatan, Senin (19/12/2016).
Astriyani mengatakan, ketika sistem jabatan yang lama masih digunakan lembaga tersebut, proses pembaruan tidak boleh tumpang-tindih.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, akademisi dari Universitas Sumatera Utara (USU), Prof Ningrum, melihat naik-turunnya usia pensiun hakim agung harus memiliki alasan kuat. Pasalnya, pada akhir periode Ketua MA Bagir Manan, usia pensiun dinaikkan.
"Kenapa dulu naik sekarang mau diturunkan lagi? Yang saya mau tanyakan itu, alasan pertimbangannya apa," ujar Prof Ningrum di tempat yang sama.
Ningrum mengatakan, hal itu tidak memiliki dasar untuk menurunkan usia pensiun hakim agung. Namun, secara tidak langsung, publik sendiri dapat membaca tujuan dari DPR.
"Kalau tidak berhasil disampaikan, tidak ada alasan yang konkret, kenapa harus dilakukan. Tapi sebetulnya orang di bawah tanah sudah tahu," pungkas Ningrum.
Sebelumnya diberitakan Konferensi Hukum Nasional (KHN) 2016 merekomendasi penolakan masa jabatan hakim agung atau hakim konstitusi seumur hidup atau masa jabatan yang cenderung panjang. Hal ini mengingat sistem pengawasan internal ataupun eksternal atas etika dan perilaku hakim yang belum kuat, sehingga rentan disalahgunakan oleh hakim.
Untuk hakim konstitusi, idealnya masa jabatan hakim hanyalah 1 periode dengan kurun 9 atau 10 tahun. Sedangkan untuk hakim agung, dengan pertimbangan regenerasi serta menghindari korupsi, batas usia pensiunnya perlu diturunkan dari 70 tahun menjadi 67 tahun. (edo/asp)











































