"Untuk kasus perkotaan dan masyarakat urban yang ditangani lebih lanjut 35 kasus pelanggaran HAM dengan total pencari keadilan 4.120 orang. Yang paling banyak terjadi adalah kasus pelanggaran HAM SDA, pelanggaran SDA ini adalah pelanggaran tanah, air dan tempat tinggal," ujar Kepala Divisi Hukum dan Advokasi LBH Jakarta, Yunita, di kantor LBH Jakarta Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Sabtu (17/12/2016).
Hal itu disampaikan Yunita dalam catatan akhir tahun refleksi hukum dan HAM 2016 dengan tema 'Mundurnya Demokrasi dan Kalahnya Negara Hukum'. Yunita menyebut laporan pengaduan itu apabila digolongkan ke tempat wilayah masyarakat di DKI Jakarta, angka pengaduan tertinggi berada di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari data aduan yang diterima LBH Jakarta, Yunita menyebut ada semacam pola di balik penggusuran Pemprov DKI Jakarta.
"Pola pertama pengelolaan SDA untuk kepentingan bisnis contoh kasus pertama adalah reklamasi. Reklamasi ini tidak memberikan keuntungan rakyat, bahkan kepada warga Jakarta secara luas, dan yang diuntungkan adalah bisnis. Reklamasi ini banyak sekali melanggar hukum perda tata ruang dan izinnya, izinnya belum ada tetapi sudah dilakukan. Hal ini juga bisa dilihat dari berbagai macam pembangunan yang berorientasi bisnis," ucapnya.
"Mekanisme pemulihan hak sangat rendah, pertama mereka tidak dapat informasi bagaimana pemulihan hak. Mereka berinisiatif sendiri dengan ke pengadilan. Dan andaikan mereka bertemu dengan proses pengadilan atau kepolisian biasanya mandek di tengah-tengah atau keputusannya pun tidak membela ke mereka," sambung Yunita.
(edo/dhn)











































