Semakin parahnya kondisi lahan di kawasan hulu, penambahan sedimentasi terus bertambah 1 hingga 1,2 juta meter kubik setiap tahunnya. Pemerintah telah menyiapkan sejumlah terobosan untuk menyelamatkan waduk raksasa tersebut agar tetap bisa berfungsi maksimal.
"Banyak cara telah diupayakan. Salah satu yang pasti dilakukan saat ini adalah pengerukan dasar waduk. Ada sekitar 6 juta meter kubik lumpur sedimen di badan waduk. Sudah sekitar 1,5 juta meter kubik yang terangkat. Tahun depan ditargetkan 2,2 juta meter kubik lagi," ujar Kepala Sub-Divisi Jasa ASA III/1 Perum Jasa Tirta I, Hermawan Cahyo Nugroho, kepada puluhan peserta pelatihan peningkatan pengawasan dari 7 Balai Besar Wilayah Sungai se-Jawa, yang datang untuk tinjuan lapangan di Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri, Kamis (15/12/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hermawan menambahkan, ada persoalan khusus terkait problem sedimentasi di Gajah Mungkur, yaitu sumber sedimentasi utama yang berasal dari Sungai Keduwang. Karakter sungai yang berhulu di Gunung Lawu sisi selatan tersebut memang banyak membawa lumpur dari kawasan hulu.
Kondisi diperparah karena lahan kawasan hulu semakin gundul oleh budidaya tembakau dan sayuran, sehingga penambahan sedimentasi terus bertambah 1 hingga 1,2 juta meter kubik per tahun.
"Sedangkan anak-anak sungai lainnya berasal dari kawasan pegunungan kapur yang relatif kecil menyumbang lumpur sedimen. Padahal aliran Sungai Keduwang ini masuk ke waduk Gajah Mungkur bukan dari atas, melainkan dari samping. Dengan demikian mempercepat pendangkalan di area intake yang bisa sangat mengganggu suplai air baik untuk PLTA maupun gelontoran air untuk irigasi," lanjutnya.
Kepala Bidang Pelaksana Jaringan Pemanfaatan Air (PJPA) Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo Sigit Santoso mengatakan, pemerintah juga sedang mengupayakan berbagai cara lain.
Selain melakukan konservasi lahan kawasan hulu, juga dengan pembangunan dua bendungan, yaitu Bendung Pidekso dan Bendung Gondang, di atas Gajah Mungkur untuk menampung lumpur agar tidak makin memperparah waduk raksasa berusia 38 tahun itu.
Cara lainnya adalah membuat saluran penangkap lumpur di Dam Colo di Nguter, Sukoharjo. Dam Colo adalah dam pemecah atau pengaturan air waduk Gajah Mungkur untuk kebutuhan irigasi.
Dari Dam Colo ini air didistribusikan ke berbagai daerah untuk kebutuhan irigasi seluas lebih dari 23 ribu lahan pertanian penduduk di Wonogiri, Sukoharjo, Karanganyar, Sragen, Ngawi, dan Klaten.
Saluran penangkap lumpur tersebut diperlukan dikarenakan saat ini semakin banyak lumpur sendimen yang ikut terbawa dalam aliran air dari Waduk Gajah masuk ke Dam Colo. Ketika air dari Dam Colo didistribusikan ke saluran irigasi, banyak yang membuat saluran mampat karena tertutup lumpur sehingga semakin sempit area yang teraliri air irigasi.
Dengan demikian problem sedimen saat ini tidak hanya mengancam badan waduk tapi juga mengganggu distribusi pengairan untuk irigasi pertanian.
"Sedang dibangun 22 km saluran penangkap lumpur dan revitalisasi 18 km saluran lama. Dengan keberadaan saluran penangkap lumpur ini nantinya, air yang masuk ke saluran irigasi warga relatif bersih dari sedimen yang melayang dalam aliran air. Saluran penangkap lumpur itu secara berkala akan dibersihkan dengan digelontor air agar lumpurnya masuk ke badan sungai di bawah. Secara alami, sungai juga membutuhkan sedimen untuk perimbangan," papar Sigit. (mbr/nkn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini