Permohonan uji materi ini diajukan oleh Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB-IDI), Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB-PDGI) dan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Pemohon mengajukan uji materi 16 pasal dalam UU tenaga kesehatan.
Dalam dalil permohonan para pemohon merasa dirugikan oleh berlakunya beberapa pasal dalam UU tenaga kesehatan. Menurut mereka telah terdapat kesalahan konsepsional dan paradigmatik mengenai tenaga medis dalam UU tenaga kesehatan dengan tenaga vokasi seperti teknisi gigi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pertimbangannya, majelis hakim konstitusi berpendapat bahwa dokter dan dokter gigi adalah profesi mandiri yang keputusan medisnya didasarkan pada kepentingan pasien dan kesehatan publik.Sehingga kedua profesi itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dalam UU tenaga kesehatan.
"Dokter dan dokter gigi dianggap sebagai tenaga medis profesional yang berbeda dengan tenaga vokasi lainnya yang termasuk dalam tenaga kesehatan. Sifat kemandirian dokter dan dokter gigi dalam mengambil keputusan hampir sama dengan profesi hakim. Keduanya menjunjung tinggi hati nurani sebagai instrumen penting mengambil keputusan," kata hakim konstitusi Arief.
Selain itu hakim berpandangan untuk menjaga sifat khas profesi dokter dan dokter gigi. Majelis hakim konstitusi menilai perlu dibentuk wadah independen sesuai hakikat dan profesi dokter gigi.
"Oleh karena itu, ketentuan yang mengatur tentang peleburan Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi menjadi bagian Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) mesti dipisah menjadi konsil kedokteran yang mandiri dan independen," ucapnya. (edo/rvk)