Fakta dalam pertemuan-pertemuan tersebut membuat jaksa KPK yakin bahwa pemberian uang tak terkait rencana maju di Pilkada DKI 2017, namun terkait pembahasan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP) Jakarta di Balegda DPRD DKI.
Saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Selasa (13/12/2016), jaksa mengungkap bahwa pertemuan pertama digelar di rumah Bos Agung Sedayu Grup Sugianto Kusuma alias Aguan di Pantai Indah Kapuk (PIK) pada Desember 2015.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ariesman Widjaja menanyakan kepada terdakwa mengenai pembahasan Raperda RPTSP Jakarta. Terdakwa menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk membahas Raperda tersebut," ujar jaksa.
Pertemuan kedua terjadi pada Februari atau Maret 2016 di Kantor Agung Sedayu Grup di Mangga 2, Jakarta Pusat. Hadir Aguan, anak Aguan bernama Richard Halim, Ariesman dan Sanusi.
"Dibicarakan kembali mengenai pembahasan RTRKSP Jakarta. Ariesman menyatakan keberatannya mengenai pasal raperda yang mengatur mengenai tambahan kontribusi sebesar 15 persen kali NJOP kali luas area," tutur jaksa.
"Mengatakan tambahan kontribusi tersebut selalu besar dan meminta agar Pasal tersebut dihilangkan. Terdakwa mengatakan pasal tersebut tidak bisa dihilangkan tapi bisa diatur dalam Pergub," jelasnya.
Masih pada bulan Maret, terjadi beberapa pertemuan lain. Di antaranya di Cafe Paul Plaza Indonesia dan di Avenue Kemang Village. Dalam pertemuan di Kemang Village tersebut, Ariesman menjanjikan Sanusi Rp 2,5 miliar jika Sanusi dapat membantu Ariesman terkait pasal tambahan kontribusi tersebut.
Ditemani M Taufik, Sanusi kemudian menemui Kepala BPKAD DKI Heru Budi Hartono di Hotel Grand Hyatt Jakarta.
"Meminta bantuan kepada Heru Budi Hartono untuk menyampaikan kepada Gubernur terkait kontribusi tambahan 15 persen kali NJOP kali selabel area," ucap jaksa.
Tak sampai seminggu setelah pertemuan dengan Heru, Sanusi menyampaikan ke anak buah Ariesman seolah-oleh terjadi kesepakatan seperti yang diminta Ariesman.
"Seolah-olah telah diperoleh kesepakatan bahwa nilai kontribusi tetap 5 persen. Sedangkan tambahan kontribusi adalah 15 persen dari NJOP kontribusi yang 5 persen persen bukan NJOP keseluruhan tanah," jelas jaksa.
Meski dijanjikan Rp 2,5 miliar, pada akhirnya Sanusi hanya menerima Rp 2 miliar. Pemberian dilakukan 2 kali, di mana saat pemberian kedua di kawasan Senayan pada 31 Maret 2016, Sanusi diciduk KPK.
(rna/dhn)