Menurut data Komnas HAM, ada 12 (dua belas) kasus perempuan buruh migran dan keluarganya yang berhadapan dengan hukuman mati di luar negeri dengan beberapa fakta.
"Hukuman mati, bukan hanya penghukuman kepada terpidana, namun menghukum seluruh anggota keluarganya. Hukuman mati berubah menjadi kejahatan yang tidak hanya berdampak pada perempuan terpidana mati, tetapi juga berdampak serius pada keluarga, baik kesakitan dan ketidakpastian masa menanti, trauma proses dan bentuk eksekusi, rasa bersalah dan gagal melindungi, tak berdaya dalam menjangkau akses keadilan, menanti kematian yang sudah terjadwal, dan bahkan tidak bisa memberi penghormatan terakhir karena jenazah yang tidak dipulangkan pada kasus buruh migran di luar negeri," kata Wakil Ketua Komnas Perempuan, Yuniyanti Chuzaifah melalui keterangan tertulis yang diterima detikcom, Sabtu (10/12/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hukuman mati telah dijatuhkan kepada perempuan dengan mengabaikan bahkan memenggal sejarah panjang kekerasan yang dialami perempuan, tidak diakui dalam proses hukum, termasuk tidak disinggung sebagai korban kekerasan perdagangan orang maupun korban jaringan perdagangan narkoba," lanjut Yumiyati.
Atas banyaknya kasus kekerasan itu, Komnas Perempuan mendorong agar Presiden RI Joko Widodo bisa memberi perhatian lebih dan memberi pertimbangan bagi para korban terpidana mati.
"Merekomendasikan Presiden RI agar mendengarkan langsung pengalaman dan narasi perempuan korban kejahatan narkoba, terutama perempuan terpidana mati, untuk mendapatkan informasi dan pertimbangan lebih komprehensif mengenai kerentanan, kejahatan, dan pengalaman dalam puncak ketakutan sebagai terpidana mati, sebagai bahan utuh untuk bersikap dalam memerangi narkoba dan menyikapi penghukuman yang lebih berasaskan hak asasi dan efektif menyelesaikan persoalan," ujar Yumiyati.
Selain itu, Komnas Perempuan berharap presiden bisa memberikan pengampunan pada korban, setidaknya pada terpidana yang sangat jelas terindikasi menjadi korban perdagangan orang yang telah mendapatkan penghukuman baik oleh negara, sosial dan keluarga.
Saat ini, sudah ada 2 terpidana mati berinisial MJV dan MU. Komnas Perempuan berharap presiden secara khusus memberikan grasi segera kepada MU, karena dia menjadi korban saat UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) dan UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) belum lahir, artinya perlindungan pada perempuan masih kosong dan artinya negara belum hadir sebagai pintu masuk bagi perbaikan penegakan hukum yang melibatkan perempuan korban dalam perdagangan narkoba yang sedang berhadapan dengan hukuman mati. (nth/ega)