Dalam kasus tersebut, kedua tersangka mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Putusan praperadilan menyatakan, penahanan atas nama Anggoro Dianto tidak sah. Hakim praperadilan juga menyatakan kasus yang diselidiki saat Takdir menjabat Kasatreskrim Polres Surabaya itu cacat hukum.
"Berdasarkan laporan polisi 2015 dilaksanakan Surat Perintah Dimulai Penyidikan (SPDP), pada saat itu AKBP Takdir Matanette menjadi Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya. Desember 2015 dilakukan penahanan berdasarkan SPDP yang dikeluarkan oleh SatReskrim Polrestabes Surabaya kemudian 2 orang ini dinyatakan PN Surabaya bahwa SPDP dan penahanan yang dilakukan oleh Satreskrim Polrestabes Surabaya dinyatakan tidak sah di 2016 sehingga pada tanggal 7 Desember 2016 Paminal melakukan klarifikasi pada yang bersangkutan (Takdir Matanette) terhadap kasus ini," kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera di Mapolda Jatim, Surabaya, Jatim, Jumat (9/12/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terkait ini semua ada pendalaman yang dilakukan oleh Propam, salah satunya mengapa kasus ini bisa kalah di praperadilan kemudian ada tendensius atau tidak dalam penyidikan kasus ini, kemudian yang ketiga apakah yang bersangkutan sudah menerapkan ketentuan hukum yang berlaku," ungkap Frans.
Ia juga menyebut Takdir diduga tidak profesional saat menjalankan tugas sebagai Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya. Sebab kasusnya di sidang praperadilan dinyatakan cacat hukum.
"Karena bagaimanapun juga Kapolri sudah menyatakan bahwa saat ini programnya adalah Polri harus profesional. Salah satu profesional adalah kasus yang sudah dinyatakan cacat hukum. Apabila diputuskan pengadilan bahwa kita tidak sah maka ini dinyatakan program kapolri, kita tidak profesional di dalam melakukan penyidikan itu," tegas Frans.
Saat ditanya apakah Takdir akan mendapat sanksi karena kasusnya dinilai hakim cacat hukum, Frans menjawab diplomatis. Frans juga mengatakan, Polda Jatim siap merehabilitasi dan memulihkan nama baik kedua tersangka tersebut.
"Itu akan diputuskan Propam. Tapi dampaknya pasti ada, karena pimpinan yang punya hak prerogatif dalam penentuan daripada ketidakprofesionalan. Artinya bahwa di dalam penyidikan hingga penahanan tidak sah," jawab Frans. (ze/rvk)