Hal itu adalah kesimpulan Survei Program for International Student Assesment (PISA) yang digelar The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) selama tahun 2015. Di Indonesia, seperti dilansir dari situs OECD dan Kemendikbud yang ditengok Rabu (7/12/2016), PISA mengambil sampel sebanyak 6.513 siswa usia 15 tahun hingga 15 tahun 11 bulan dari 236 sekolah di seluruh Indonesia.
Survei PISA ini dilakukan di total 72 negara OECD dan negara partnernya dengan total sampel sebanyak 540.000 siswa berusia 15 tahun. OECD hanya terdiri dari 35 negara dan Indonesia merupakan negara partner dalam survei ini. Fokus surveinya adalah sains, membaca, matematika dan kerja sama mencari solusi. Fokus utamanya adalah sains, bagian yang menjadi sangat penting dalam perkembangan sosial ekonomi di beberapa tahun terakhir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Foto: (Infografis: acdp-indonesia.org via kemdikbud.go.id) |
PISA bertanya pekerjaan atau profesi yang akan mereka lakukan saat berusia 30 tahun, meski rata-rata mereka belum bisa memutuskan masa depannya. Hasilnya, 1 dari 4 siswa di negara OECD berharap bisa berkarir di bidang sains. Dibandingkan Indonesia, yang hanya 1 dari 7 siswa yang ingin berkarir di bidang sains.
Di negara OECD, proporsi siswa yang ingin berkarir di bidang sains 4,7% yakni terjun di bidang teknologi informasi, dan siswi hanya 0,4% yang kebanyakan berminat berkarir di bidang kesehatan seperti dokter, dokter hewan dan perawat. Dibandingkan OECD, di Indonesia, lebih banyak siswi yang berminat berkarir di bidang sains yakni 22% dibanding siswa yang hanya 9%. Dari 22 persen siswi yang berminat berkarir di bidang sains itu, 9 dari 10 di antaranya berminat mengejar karir sains di bidang kesehatan.
Berdasar nilai rerata, terjadi peningkatan nilai PISA Indonesia di tiga kompetensi yang diujikan, sains, membaca dan matematika. Peningkatan terbesar terlihat pada kompetensi sains, dari 382 poin pada tahun 2012 menjadi 403 poin di tahun 2015. Dalam kompetensi matematika meningkat dari 375 poin di tahun 2012 menjadi 386 poin di tahun 2015. Kompetensi membaca belum menunjukkan peningkatan yang signifikan, dari 396 di tahun 2012 menjadi 397 poin di tahun 2015. Peningkatan tersebut mengangkat posisi Indonesia 6 peringkat ke atas bila dibandingkan posisi peringkat kedua dari bawah pada tahun 2012.
Berdasarkan waktu pembelajaran sains, seluruh negara yang tergabung dalam OECD menunjukkan 94% murid rata-rata mengikuti satu mata pelajaran sains dalam seminggu. Namun, di Indonesia, sejumlah 4% murid tercatat sama sekali tidak dituntut untuk mengikuti mata pelajaran sains. Ketidakharusan untuk mengikuti mata pelajaran sains lebih besar 5% di sekolah yang kurang beruntung, dibandingkan di sekolah yang lebih maju.
Sedangkan, sekolah yang maju di Indonesia menawarkan kegiatan kelompok belajar sains lebih banyak dibandingkan sekolah-sekolah yang kurang beruntung. Hanya 29% murid yang bersekolah di sekolah yang kurang beruntung diberi kesempatan mengikuti kelompok belajar sains, sementara 75% murid di sekolah maju memiliki kesempatan yang lebih banyak.
Foto: (Infografis: acdp-indonesia.org via kemdikbud.go.id) |
Di survei ini juga terlihat bahwa 4 dari 6 siswa di Indonesia bersekolah di swasta, jumlah yang rata-rata lebih tinggi dibanding negara OECD dan negara tetangga Indonesia seperti Singapura, Thailand dan Vietnam. Namun justru siswa di sekolah negeri memiliki nilai sains 16 poin lebih tinggi dibanding siswa di sekolah swasta.
Sebelumnya, seperti dilaporkan BBC, Indonesia berada di papan bawah, di atas Brasil, Peru, Lebanon, Tunisia, Kosovo, Aljazair, dan Republik Dominika.
Keterangan yang dikeluarkan OECD dan PISA hari Selasa (6/12) menyebutkan bahwa sejak ambil bagian dalam survei tahun 2000, Indonesia telah mengalami kemajuan 'yang sangat luar biasa'.
"Pada periode 2012-2015, hasil tes untuk sains di kalangan siswa usia 15 tahun naik 21 poin. Ini membuat Indonesia menjadi salah satu negara dengan perkembangan paling pesat."
Jika laju ini dipertahankan, kemampuan siswa-siswa di Indonesia di bidang sains akan menyamai kemampuan siswa-siwa di negara-negara maju pada 2030.
Singapura menempati urutan teratas dalam survei ini. Secara rata-rata, satu dari empat siswa di Singapura mencatat skor tertinggi di bidang sains.
Dari survei ini terlihat bahwa siswa-siswa Singapura memperoleh nilai tertinggi, disusul oleh siswa di Jepang, Estonia, Taiwan, Finlandia, Macao, Kanada, Vietnam, Hong Kong, China, dan Korea Selatan. Negara-negara Eropa barat seperti Inggris, Jerman, Belanda, dan Swiss masing-masing berada di urutan 15, 16, 17, dan 18. (nwk/nwk)












































Foto: (Infografis: acdp-indonesia.org via kemdikbud.go.id)
Foto: (Infografis: acdp-indonesia.org via kemdikbud.go.id)