Jimly yang juga pakar hukum tata negara itu memberikan beberapa saran terkait lembaga peradilan khusus untuk atasi sengketa Pemilu. "Bisa ditransformasikan Bawaslu menjadi lembaga peradilan, tapi kelemahannya dia tidak jadi pengawas aktif," kata dia kepada wartawan usai rapat dengan Pansus Pemilu di gedung DPR/MPR, Jakarta, Rabu (7/12/2016).
"Itu jeruk makan jeruk, dia (Bawaslu) yang mengawasi dia juga yang mengadili, dia yang juga menuntut," tambah Jimly.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi dia mengadili pidana Pemilu atau pidana Pemilu kita serahkan ke pidana umum saja. Mahkamah Pemilu itu nanti seperti yang ditangani TUN sekarang dan Bawaslu. Jadi Bawaslu hanya menjadi penuntut, DKPP hanya etika saja," papar Jimly.
Alternatif kedua, saran Jimly adalah dibentuk Mahkamah Kehormatan Pemilu atau MKP. Lembaga ini akan berwenang menangani etika dan administrasi.
"Pilihan kedua, kalau jadi banyak lembaga ya sudah satu saja, mahkamah, menangani etika dan administrasi. Namanya menjadi MKP, Mahkamah Kehormatan Pemilu. Tapi terserah mereka (DPR), mana yang lebih baik," kata dia.
Jika MKP menangani pelanggaran etika dan administrasi Pemilu, maka soal pidana Pemilu diserahkan kepada polisi. Konsekuensinya Gakumdu atau Penegakkan Hukum Terpadu dibubarkan. "Saya pikir (Gakumdu) tidak efektif, saya pikir tidak usahlah," kata Jimly. (aik/erd)