"JPU mendalilkan bahwa saya merugikan keuangan negara sebesar Rp 1,1 miliar, yang timbul dari keuntungan penjualan saham atas nama saya di Bank Jatim," kata La Nyalla saat membacakan sendiri pledoinya, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (7/12/2016).
"Bagaimana mungkin saham yang telah menjadi milik saya pribadi, setelah saya mengembalikan dana hibah yang digunakan saudara Diar Kusuma Putra untuk membeli saham IPO tersebut tetap menjadi uang dana hibah," jelasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setelah saya mengembalikan dana hibah yang digunakan saudara Diar Kusuma Putra untuk membeli sama IPO tersebut tetap menjadi uang dana hibah? Lantas uang pengembalian dari saya pribadi sebesar Rp 5,3 miliar yang telah diterima saudara Diar dan Nelson di tahun 2012 lalu ke mana?" tutur La Nyalla.
Menurut La Nyalla BPKP tidak pernah menyatakan dana Rp 1,1 miliar adalah uang negara atau kerugian negara. Ada pula yang merugikan negara dalam perkara dana hibah adalah Diar dan Nelson sebesar Rp 26 miliar.
"Dalam dakwaan dan tuntutan JPU yang tanpa disertai dokumen audit, dinyatakan bahwa saya merugikan negara sebesar Rp 1,1 miliar," ujar La Nyalla.
La Nyalla juga merasa dihina oleh JPU karena dianggap tidak memiliki dana yang cukup untuk membeli saham IPO Bank Jatim sebesar Rp 20 miliar. Ia menyatakan bahwa perputaran uang di rekeningnya mencapai Rp 72,3 miliar.
"Asumsi JPU bahwa saya tidak memiliki kemampuan finansial untuk membeli saham IPO Bank Jatim sejatinya adalah penghinaan kepada pribadi diri saya selaku pengusaha dan Ketua Kadin Jatim," jelasnya. (rna/dhn)