Sanusi menceritakan asal muasal bangunan di atas tanah seluas kira-kira 469 m2 dan seharga Rp 3 miliar itu. Ia menyebut kantor tersebut bukan miliknya melainkan disewa dari temannya, Danu Wira.
"Awalnya saya tahu saudara Danu datang bawa teman namanya Rully, waktu itu dia (Danu) masih punya utang sama saya. Dia bercerita bahwa tanah temannya lagi mau dieksekusi oleh bank," kata Sanusi dalam lanjutan sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (5/12/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(Baca juga: Daftar Aset Sanusi Rp 45 Miliar, Dari Vila hingga Jaguar)
"Udah disetujui, pinaltinya di-cut off, digunting. Tapi dia enggak pernah bayar-bayar. Akhirnya saya bilang ke Danu 'Dan, temen lo jangan bikin malu gue dong, katanya punya duit, lo bayar'. Ujungnya dibeli Pak Danu. Dia (Danu) malu sama saya 'lo bayar utang sama gue enggak, lo beli tanah itu'," tutur Sanusi.
Utang yang dimaksud Sanusi adalah utang Danu kepada Sanusi terkait bisnis batubara. Sanusi melanjutkan, akhirnya Danu membuat surat kuasa agar ketika dia tidak bisa membayar utang ke Sanusi, Sanusi bisa memanfaatkannya.
"Dia datang bawa surat sudah ditandatangan. Dia telepon, mungkin karena saya tegor dia malu, ini penafsiran saya. Dia belum bayar utang tapi dia beli aset (lain). Saya enggak apa-apa. Ada formnya resmi, sudah ditandatangan Pak Rully, udah ditanda tangan semua," lanjut Sanusi.
Hanya saja Sanusi mengaku tidak pernah memegang surat kuasa yang serupa jaminan utang tersebut. Akhirnya bangunan tersebut dijadikan Sanusi sebagai kantor MSC yang sebelumnya berlokasi di Kemayoran.
"Iya (saya pakai) setelah beberapa bulan, saya enggak tahu lah. 2014 atau 2015. Pokoknya saya baru saya sekali, Rp 85 atau 75 juta. Harusnya bayar lagi nih, 2016 sekali lagi," jelas Sanusi.
(rna/fdn)











































