"Kami menunggu UN ini disetop sudah cukup lama. Kita senang melihat keputusan Mendikbud untuk mengganti UN dengan USBN. Kalau tujuannya untuk menaikkan mutu, kita harus mengiyakan. Asumsinya Mendikbud melihat guru harus memang sudah siap. Tapi kalau melihat sekarang ini, guru melakukan ujian menggunakan soal yang dibuat orang lain bukan dari guru. Harusnya guru-guru itu sudah disiapkan," kata peneliti dari Sekolah Tanpa Batas, Jimmy PH Paat, di kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (4/12/2016).
Jimmy yang juga merupakan dosen di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu mengatakan guru harus memiliki kualitas yang baik apabila Mendikbud merencanakan hal itu. Jimmy mengingatkan tentang penerapan UN zaman dulu yang dianggap terlalu sulit lalu malah membuat guru membagikan contekan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di tempat yang sama, koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) A Ubaid Matraji mengatakan USBN harus berbeda dengan UN. Menurutnya, USBN jangan menjadi standar kelulusan siswa.
"Rencana Mendikbud dalam rangka moratorium UN dengan diganti USBN. Kita setuju UN diganti USBN tapi kita tidak mau kalau USBN ini sama saja dengan UN. Harus berbeda dengan UN. Kita sangat setuju USBN ini tidak menjadi standar kelulusan siswa. Kalau masih sama menjadi standar kelulusan berarti sama aja dengan UN. USBN harus diletakkan sebagai alat, bukan tujuan. Karena dia alat maka USBN adalah bagian dari proses pembelajaran, bukan hasil akhir," ujar Ubaid. (dhn/van)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini