Kasus Suap Sengketa Pilkada Buton, KPK Panggil Istri Akil Mochtar Lagi

Kasus Suap Sengketa Pilkada Buton, KPK Panggil Istri Akil Mochtar Lagi

Dhani Irawan - detikNews
Rabu, 30 Nov 2016 09:55 WIB
Kasus Suap Sengketa Pilkada Buton, KPK Panggil Istri Akil Mochtar Lagi
Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta - Penyidik KPK memanggil lagi istri mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, Ratu Rita Akil. Sebelumnya, Ratu Rita tidak hadir saat dipanggil penyidik KPK untuk diperiksa sebagai saksi terkait kasus suap sengketa pilkada Kabupaten Buton.

"Ratu Rita Akil, ibu rumah tangga, diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SUS (Samsu Umar Abdul Samiun)," kata Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha, Rabu (30/11/2016).

Di kasus ini, Bupati Buton diduga menyuap Akil sebesar Rp 2,989 miliar. Uang suap itu diberikan Samsu Umar guna memuluskan proses perkara sengketa pilkada Buton pada tahun 2011. Uang diberikan kepada Akil saat ia masih menjabat Ketua MK.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Akil Mochtar telah dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Dalam kasus-kasus yang menjerat Akil Mochtar, penyidik KPK sudah menjerat kepala daerah dan pihak-pihak terkait yang memberi suap kepada Akil. Sejauh ini ada 7 sengketa pilkada yang dimainkan Akil.

Beberapa di antaranya adalah mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah bersama adiknya, Tubagus Chaeri Wardhana, dalam pilkada Lebak dan Banten. Selain itu, KPK menjerat Bupati Empat Lawang, Budi Antoni Aljufri, dan istrinya Suzanna.

Nama Ratu Rita pernah dikaitkan dengan kasus yang terjadi di Kabupaten Morotai, Rusli Sibua. Rusli menyuap Akil sebesar Rp 2,989 miliar untuk bisa menjadi orang nomor satu di kabupaten gugusan Halmahera, Maluku, itu.

Sejumlah uang diberikan kepada Akil untuk mempengaruhi putusan perkara permohonan keberatan atas hasil pilkada di Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara. Awalnya, Akil meminta Rp 6 miliar kepada Rusli lewat pengacara Rusli.

Uang Rp 2,9 miliar itu ditransfer ke rekening tabungan perusahaan Ratu Rita, yaitu CV Ratu Samagad. Skandal itu terungkap saat KPK menangkap Akil usai menerima sejumlah uang dari pengacara Chairun Nisa. Alhasil, terbongkar permainan Akil dalam memperdagangkan keadilan demokrasi. Komplotan itu lalu diadili dengan berkas terpisah. (dha/aan)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads