MUI: Beda Pendapat di Media Sosial Harus Dijawab Argumen bukan Penghinaan

MUI: Beda Pendapat di Media Sosial Harus Dijawab Argumen bukan Penghinaan

Jabbar Ramdhani - detikNews
Jumat, 25 Nov 2016 19:21 WIB
MUI: Beda Pendapat di Media Sosial Harus Dijawab Argumen bukan Penghinaan
Majelis Ulama Indonesia/ Foto: Ari Saputra
Jakarta - KH Mustofa Bisri dan KH Ma'ruf Amin mengalami penghinaan yang dilakukan lewat media sosial. Menanggapi hal itu, Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Pusat, KH Cholil Nafis mengatakan tidak sepatutnya hal tersebut terjadi. Bukan hanya kepada ulama, terhadap orang biasa pun tidak boleh dilakukan pelecehan.

"Pertama, kita tidak hanya pada ulama. Kepada orang biasa pun jangan dilecehkan. Karena kita harus hargai siapapun kita," kata Cholil ketika ditemui di Aula Gedung MUI Pusat, Jl. Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (25/11/2016).

Pagi tadi publik diramaikan oleh kicauan seorang netizen yang berkata tidak pantas kepada Mustofa Bisri atau yang akrab dipanghil Gus Mus. Penghinaan itu terkait pula dengan pandangan Gus Mus tentang hukum fiqih menggelar salat Jumat di jalan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terkait dengan penghinaan yang dialami oleh Gus Mus tersebut, Cholil mengatakan seharusnya perbedaan pendapat dijawab dengan argumentasi. Argumentasi yang dikeluarkan itu disesuaikan dengan pendapat yang dikeluarkan.

"Oleh karena itu, siapapun yang kurang setuju dengan pendapat orang lain, dijawab saja dengan argumentasi. Kalau itu berkenaan dengan ilmiah, boleh dengan ilmiah. Umpama, sekarang sedang kontroversi salat di jalanan. Kan ada yang memperbolehkan dan tidak membolehakan," tutur Cholil.

Ia menambahkan, dalam penggunaan medsos, mestinya digunakan dengan baik. Sehingga medsos dapat membuat lebih cerdas.

"Kita tidak boleh mengejek individunya. Sampaikan saja argumentasinya, dan sampaikan saja penolakannya. Tapi tanpa menyerang pribadi. Itu namanya penggunaan medsos lebih cerdas dan membuat kita lebih cerdas. Karena membuat kita berargumentasi, melatih menulis dan membantu berpikir. Tapi kalau individu yang sudah diserang, biasanya bukan membangun. Tapi malah menciptakan permusuhan," ungkapnya.

Kasus ini bermula saat Gus Mus melakukan kultwit di Twitter lewat akun @gusmusgusmu. Gus Mus bicara soal rencana Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI melakukan aksi salat Jumat di jalan protokol Jakarta pada Jumat, 2 Desember 2016. Gus Mus berharap aksi salat Jumat di jalan itu tidak dilakukan massa karena dinilainya merupakan bid'ah besar.

"Kalau benar, wah dalam sejarah Islam sejak zaman Rasullullah SAW baru kali ini ada bid'ah sedemikian besar. Dunia Islam pasti heran," cuit Gus Mus pada 23 November 2016 pukul 16.46 WIB. Cuitan itu pun direspons Pandu Wijaya lewat akun Twitternya @panduwijaya_.

"@gusmusgusmu Dulu gk ada aspal Gus di padang pasir, wahyu pertama tentang shalat jumat jga saat Rasullullah hijrah ke Madinah. Bid'ah ndasmu!" cuit Pandu Wijaya yang kini mengunci akun Twitternya.

Cuitan Pandu Wijaya itu pun diprotes banyak netizen karena dinilai sangat kasar memaki seorang ulama. Tidak lama berselang PT Adhi Karya pun memberikan SP3 kepada Pandu Wijaya karena dinilai melakukan pelanggaran berat yang merugikan nama baik perusahaan.

Karena banyak diprotes netizen, Pandu kemudian meminta maaf kepada Gus Mus. "Nyuwun pangapunten atas kesalahan dalem, mugi2 @gusmusgusmu lan santrinipun maringi ngapunten," tulis pria kelahiran 1991 ini di akun Twitter @panduwijaya_.

Gus Mus sendiri sudah memaafkan dan meminta kepada perusahaan Pandu untuk tidak mengeluarkannya. (jbr/rvk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads