Pemerintah negeri ginseng termasuk yang top banget dalam urusan mengambil hati wisman yang tengah bertandang di sana. Para turis seolah dimanja dengan berbagai kemudahan yang tidak lain dalam rangka merebut simpati. Tidak heran kalau kemudian para wisman itu menjadi penebar kabar baik tentang Korsel.
Bayangkan, mereka yang hanya transit di Incheon Airport saja "diopeni" dengan penuh kesungguhan. Para penumpang pesawat difasilitasi untuk bertamasya, mulai dari yang punya waktu luang hanya 1 jam hingga 5 jam. Bus gratis, kecuali tiket masuk destinasi wisata dan makanan kecil sepanjang jalan. Jadi, mereka yang sedang transit dijamin tidak akan bosan menunggu. Tinggal daftar lalu jalan-jalan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lain lagi bagi wisatawan yang tinggal di Korea beberapa hari sampai beberapa bulan. Kepada mereka juga disiapkan berbagai program pengenalan budaya oleh pemerintah daerah di tingkat kecamatan. Mulai dari belajar bahasa Korea, mengenal masakan negeri ginseng hingga blusukan ke berbagai pojok kota. Semua gratis, atau hanya membayar "uang pokok" nya saja.
Foto: M Aji Surya/detikcom |
Di Seoul misalnya, terdapat beberapa centre yang menangani khusus orang asing yang dinamakan Global Village. Di situ, mereka bisa mengenal bahasa ataupun aneka masakan Korea. Para turis juga bisa belajar tentang pembuatan aneka kerajinan khas setempat seperti lampion dan melukis di atas porselen. Para turis itu juga diberi kesempatan mencoba pakaian tradisional yang disebut hanbok.
Foto: M Aji Surya/detikcom |
Bahkan, ada kursus bahasa Korea yang relatif serius dan mengantarkan siswanya sampai lumayan ahli. Para peserta kursus yang akan masuk dites terlebih dahulu. Jika hasil ujian akhir tidak tidak mencukupi sampai angka tertentu maka tidak diperbolehkan melanjutkan. Bukan hanya itu, beberapa kali absen langsung dianggap out. Maklum, sistem pengajaran dan guru-guru disana juga profesional dan dibayar oleh Pemerintah.
Mau belajar bikin makanan khas yang disebut kimchi? Gampang. Tinggal lihat di FB Global Village lalu daftar. Cukup membayar bahan pokoknya saja, sedangkan guru dan ruangan sudah tersedia. Begitu juga kalau ingin mengenal kuliner lain maupun membuat aneka kerajinan. Yang penting mendaftar dan datang. Hasilnya boleh dibawa pulang untuk oleh-oleh.
Seringkali memang, banyak negara hanya fokus melakukan promosi wisata besar-besaran dengan maksud mengundang wisatawan manca negara. Setelah datang, mereka diperlakukan seperti sapi perah. Seolah "diporotin", disuruh belanja sebanyak mungkin untuk memakmurkan masyarakat setempat.
Yang sering dilupakan adalah merebut hati wisman untuk jangka panjang sambil membenamkan budaya negara yang dikunjungi. Ini memang pekerjaan tidak mudah namun harus dilakukan. Perlu strategi dan konsep yang matang. Pada dasarnya, merebut hati mereka juga berarti memanusiakan wisman dan sekaligus menjadikannya duta besar di negaranya kelak. (M Aji Surya*/try)












































Foto: M Aji Surya/detikcom
Foto: M Aji Surya/detikcom