Kasus bermula saat Didi dan Anita hendak menjual rumah mereka di Jalan Batu Indah Raya, Batununggal, Bandung. Seorang calon pembeli bernama Raga berniat dan akan membelinya secara KPR dengan menjaminkan sertifikat rumah ke bank. Namun apa daya, permohonan KPR ini tidak disetujui pihak bank.
Di sisi lain, Raga memiliki utang terhadap Weda sebesar Rp 130 juta. Weda sendiri juga mengaku memiliki utang ke orang lain sebesar Rp 226 juta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Teuku merekrut Udin Botak dan Dedi sebagai eksekutor dengan bayaran Rp 50 juta. Setelah mereka berkumpul, kelimanya meluncur ke rumah Didi dengan mengaku sebagai pegawai bank yang akan mengukur rumah. Didi tidak curiga dan mempersilakan mereka masuk.
Mendapati pasutri pemilik rumah lengah, komplotan itu menghabisi nyawa Didi-Anita. Mayat keduanya dibungkus dengan seprei dan dimasukkan ke mobil. Mayat itu dibuang di Pandeglang, Banten.
Mayat itu membuat geger dan polisi mengejar para pelaku. Setelah tertangkap, para pelaku kemudian diproses secara hukum, termasuk Udin Botak.
Pada 15 Desember 2014, Pengadilan Negeri (PN) Bandung menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup kepada kelima terdakwa tersebut, yaitu:
1. Raga Mulya
2. Weda Mahendra Jaya
3. Teuku Samsul Abadi
4. Saimuddin alias Udin Botak
5. Dedi Murdani alias Daniel
Hukuman ini dikuatkan oleh majelis banding. Adapun Udin Botak tidak terima dan mengajukan kasasi. Nah, di tingkat kasasi inilah hukuman Udin Botak dinaikkan menjadi hukuman mati.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Saimuddin alias Udin Botak oleh karena itu dengan pidana mati," putus ketua majelis hakim agung Timur Manurung dengan anggota Prof Dr Gayus Lumbuun dan Dr Dudu Duswara.
Baca Juga:
https://news.detik.com/berita/d-2983574/ma-kirim-pembunuh-bayaran-asal-bandung-ke-depan-regu-tembak/3
Ternyata putusan itu tidak bulat. Timur Manurung selaku ketua majelis menolak amar putusan tersebut. Menurut Timur, hukuman penjara seumur hidup dinilai tepat dijatuhkan kepada Udin, sesuai dengan kadar kesalahannya.
"Judex factie (PN Bandung dan PT Bandung) tidak salah menerapkan hukum," demikian alasan Timur dalam sidang yang diketok pada 5 Agustus 2015. (asp/dha)