Dipimpin hakim tunggal Ferdinandus, sidang diawali dengan penyerahan bukti-bukti dokumen, baik dari pihak pemohon maupun dari termohon. Setelah itu, sidang mengagendakan keterangan ahli dari kedua belah pihak. "Saksi darimana dulu yang mau ditanya terlebih dulu?" tanya Ferdinandus pada pihak pemohon dan termohon di ruang Cakra Pengadilan negeri Surabaya, Selasa (22/11/2016).
Salah satu saksi ahli yang didatangkan kuasa hukum Dahlan Iskan dan diberi kesempatan pertama menyampaikan pendapatnya ialah Priyo Jatmiko, ahli hukum dari Universitas Brawijaya Malang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Priyo, penyidikan ialah serangkaian kegiatan yang dilakukan penyidik untuk menemukan dua alat bukti terjadinya pidana. Setelah dua alat bukti dikantongi, baru penetapan tersangka diputuskan.
"Alat bukti itu harus berkesesuaian dengan unsur pidananya. Setelah itu baru dicari, bukti tersebut berkaitan dengan siapa (tersangka)," ujarnya.
Sebelumnya, pihak Kejaksaan menyangkal bahwa sprindik dan surat penetapan tersangka Dahlan dilakukan dalam sehari, yakni pada 27 Oktober 2016. Jaksa menyatakan bahwa sprindik sudah diterbitkan pada 30 Juni 2016.
"Dalam rentang waktu empat bulan, kami lakukan kegiatan penyidikan dengan memeriksa saksi, ahli, dan pemeriksaan surat-surat. Baru kemudian kami tetapkan tersangka pada 27 Oktober 2016," kata jaksa Ahmad Fauzi dalam sidang praperadilan kemarin.
Untuk diketahui, Dahlan Iskan ditetapkan tersangka kasus aset PWU berdasarkan surat perintah penyidikan bernomor Print-1198/O.5/Fd.1/10/2016 tertanggal 27 Oktober 2016. Dia diduga melakukan pelanggaran pada penjualan aset PWU di Kediri dan Tulungagung pada tahun 2003 lalu.
Waktu itu, Dahlan menjabat Direktur Utama PT PWU dua periode, dari tahun 2000 sampai 2010. Sebelum Dahlan, penyidik sudah menetapkan mantan Kepala Biro Aset PWU, Wishnu Wardhana sebagai tersangka. Setelah Dahlan jadi tahanan kota, kini tinggal Wishnu Wardhana saja yang mendekam di Rutan Medaeng.
Kerugian Negara Sudah Ditentukan Sebelumnya
Dalam kesempatan ini, Kejati Jatim memastikan salah satu alat bukti kerugian negara ditemukan sebelum ada penetapan tersangka.
"Kerugian negaranya sudah ditemukan sebelum penetapan tersangka Pak Dahlan. BPKP diminta bantuan untuk memastikan berapa nilai kerugian negaranya. November ini laporan hasil penghitungan kerugian negaranya keluar," kata tim jaksa Kejati Jatim Ahmad Fauzi saat sidang di skors 60 menit di Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa (22/11/2016).
Dari perhitungan BPKP Jatim, kerugian negara dalam kasus pelepasan aset BUMD Jatim yang menjerat Dahlan Iskan dan Wishnu Wardhana sebagai tersangka sebesar Rp 11 Miliar. Kerugian itu tertera dalam laporan hasil penghitungan kerugian negara dalam surat BPKP Jatim nomor SR-936/PW.13/5/2016.
Fauzi menyebut berdasarkan kerugian negara, pertama selisih antara nilai jual objek pajak (NJOP) dalam SISMIOP aset di Kediri pada tahun 2003, yang seharusnya Rp 24 Miliar tapi dijual Rp17 iliar. Kedua, selisih NJOP dalam SISMIOP aset di Tulungagung yang seharusnya Rp 10 Miliar tapi dijual Rp 8,75 Miliar.
Ketiga, penerimaan uang atas penjualan aset di Kediri yang tidak jelas sekitar Rp 250 Juta. Keempat, biaya pengosongan aset Kediri yang tidak bisa dipertanggungjawabkan sebesar Rp1,5 Miliar. "Menghitung kerugian negaranya gampang, kok. Cuma BPKP kita minta bantuan untuk menghitung saja," tegas Fauzi. (ze/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini