"Perlakuan barang bukti penting. Kalau rusak, maka akan digugurkan proses penuntutan oleh JPU. Pengelolaan barang bukti yang salah, implikasinya hakim nanti tidak yakin barang bukti sesuai dengan perkara," kata Wiyagus di Hotel JS Luwansa, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (21/11/2016).
Menurutnya, dalam tindak pidana korupsi, barang bukti yang disita harus ditingkatkan agar barang bukti memiliki nilai untuk bisa dibawa ke pengadilan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam tindak pidana korupsi, proses mendapatkan barang bukti dan ditingkatkan menjadi barang bukti yang memiliki nilai derajat. Diharapkan bisa menjadi barang bukti di pengadilan. Dengan adanya kebijakan hukum dari presiden, revitalisasi hukumnya memfokusnya laporan dari BPK dan PPATK yang mempunyai nilai untuk ditindaklanjuti," imbuhnya.
Laporan masyarakat, kata Wiyagus, dapat ditindaklanjuti. Namun sering kali masyarakat yang mempunyai informasi dugaan korupsi malah meminta imbalan atas informasi yang dimiliki. Karenanya, kepolisian lebih memilih menggunakan laporan dari BPK.
"Bukan berarti laporan masyarakat kita kesampingkan, tapi dari pengalaman laporan masyarakat secara subyektif yang ingin mentraksasionalkan info yang mereka dapatkan terkait proyek di lembaga, pemerintah daerah maupun BUMN dan BUMD," terangnya. (bis/fdn)











































