Apa Kabar Pengembangan Penyidikan Kasus Suap Raperda Reklamasi?

Apa Kabar Pengembangan Penyidikan Kasus Suap Raperda Reklamasi?

Dhani Irawan - detikNews
Kamis, 17 Nov 2016 14:10 WIB
M Sanusi/Foto: Hasan Alhabshy
Jakarta - Di awal tahun 2016, KPK gencar melancarkan operasi tangkap tangan. Salah satu penangkapan yang bisa dikategorikan kelas kakap yaitu di bulan Maret 2016 ketika KPK mencokok Muhammad Sanusi, seorang anggota DPRD DKI Jakarta.

Dari tangan Sanusi, uang Rp 1,140 miliar disita KPK. Kemudian KPK juga menangkap seorang pegawai PT Agung Podomoro Land bernama Trinanda Prihantoro.

Setelah pemeriksaan selama 1x24 jam, KPK menetapkan keduanya sebagai tersangka kasus suap. Tak hanya itu, bos PT Agung Podomoro Land yang saat itu dijabat Ariesman Widjaja juga ditetapkan sebagai tersangka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ariesman pun datang ke KPK dan menyerahkan diri setelah ditetapkan sebagai tersangka. Ketiganya ditahan KPK secara terpisah.

Saat itu KPK mengatakan uang suap yang diterima Sanusi berasal dari Ariesman melalui Trinanda. Uang itu diberikan berkaitan dengan pembahasan dua rancangan peraturan daerah (raperda) yaitu Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) dan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Kasus itu pun kemudian lebih dikenal dengan kasus suap tentang raperda reklamasi.

Pemeriksaan saksi-saksi pun dilakukan. Muncul kemudian banyak pihak yang dipanggil KPK mulai dari Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik, Ketua DPRD DKI Jakarta M Prasetio hingga bos properti dari PT Agung Sedayu Group yaitu Sugiyanto Kusuma alias Aguan. Bahkan, nama Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pun tak lolos dari pemeriksaan KPK.

Dari kasus ini pun berbagai spekulasi yang muncul hingga ada nama Sunny Tanuwidjaja yang merupakan staf magang dari Ahok. Nama-nama itu pun silih berganti muncul di KPK ketika dimintai keterangan.

Namun KPK masih berkutat dengan 3 orang tersangka yang sebelumnya telah ditetapkan: Sunny, Ariesman, dan Trinanda.

Padahal di awal pengungkapan kasus tersebut, Ketua KPK Agus Rahardjo menegaskan adanya potential suspect di dalam kasus tersebut. "Pasti ada," kata Agus di kantornya, Jumat (1/4/2016).

Tak hanya itu, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif juga pernah menyebut kasus tersebut berpengaruh pada banyak hal sehingga disebut sebagai grand corruption. Terlebih suap yang diberikan untuk memengaruhi kebijakan publik.

"Yang saya maksud grand corruption itu memang karena pertama ini adalah satu modus di mana korporasi memengaruhi kebijakan publik," kata Syarif di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (5/4/2016).

"Dan tentu akibatnya besar bagi masyarakat, lingkungan, dan objeknya juga sangat besar," tambah Syarif.

Syarif mengatakan meski nilai suap yang diamankan KPK 'hanya' sekitar Rp 1 miliar lebih, tetapi dia memastikan bahwa jaringan terkait kasus ini menjalar ke banyak hal. Syarif pun mengibaratkan kasus ini sebagai gurita dengan banyak tentakel.

"Jadi jangan dilihat dari nilai suapnya yang Rp 1 miliar itu, tapi ini betul grand corruption karena tentakelnya banyak," sebut Syarif.

Namun agaknya pernyataan pimpinan KPK itu berbanding terbalik ketika kasus tersebut telah masuk ke meja hijau. Ariesman dan anak buahnya, Trinanda, hanya dituntut 4 tahun untuk Ariesman dan 3 tahun untuk Trinanda.

Bagi para aktivis antikorupsi, putusannya pun dianggap kurang menggembirakan karena majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta hanya memutuskan untuk menjatuhkan hukuman 3 tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta untuk Ariesman dan hukuman 2,5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta untuk Trinanda. Dua putusan itu pun telah berkekuatan tetap (inkracht).

Bagaimana nasib Sanusi? Dia masih menjalani persidangan dan terakhir masih pada agenda pemeriksaan ahli. Bahkan Sanusi juga didakwa melakukan pencucian uang sebesar Rp 45 miliar.

Lalu bagaimana perkembangan kasus yang disebut grand corruption hingga 'bertentakel banyak' itu?

"Masih dipelajari lagi. Kalau bukti bisa kita collect dan firm ya harus dikembangkan atau paling tidak butuh waktu (untuk pengusutan)," tegas Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. (dhn/fjp)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads