MA: Akuntan Publik Berhak Audit Kerugian Keuangan Negara

MA: Akuntan Publik Berhak Audit Kerugian Keuangan Negara

Andi Saputra - detikNews
Senin, 14 Nov 2016 12:37 WIB
Gedung MA di Jalan Medan Merdeka Utara (ari/detikcom)
Jakarta - Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan peninjauan kembali (PK) mantan Kapolres Tegal, Jawa Tengah, Agustin Hardiyanto. MA memutuskan akuntan publik berhak menghitung kerugian negara, selain BPK dan BPKP.

Sebagaimana dikutip dari website MA, Senin (14/11/2016), kasus bermula saat Polres Tegal mendapatkan dana operasional 2008-2009 sebesar Rp 2,8 miliar. Dari jumlah itu, sebesar Rp 513 juta tidak dapat dipertanggungjawabkan penggunannya.

Selain itu, Polres Tegal juga mendapatkan kucuran dana pengamanan Pilgub Jawa Tengah 2008 sebesar Rp 125 juta, tetapi Rp 22 juta tidak bisa dipertanggungjawabkan perbuatannya. Begitu juga saat pemilihan Bupati Tegal, Polres mendapat bantuan pengamanan Rp 256 juta tetapi sebesar Rp 221 juta tak bisa dipertanggungjawabkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Polres Tegal juga mendapatkan dana pengamanan lain tetapi juga beberapa di antaranya tidak bisa dipertanggungjawabkan pengggunaannya. Kapolres Tegal kala itu, AKBP Agustin Hardiyanto, selaku penguasa anggaran harus mempertanggungjawabkan atas kebocoran anggaran tersebut ke meja hijau.

Pada 15 Februari 2013, Pengadilan Tipikor Semarang menjatuhkan hukuman kepada Agustin selama 3 tahun penjara. Agustin juga diminta mengembalikan uang sebesar Rp 256 juta, yaitu uang negara yang masuk ke kantong pribadinya.

Putusan itu diperberat oleh Pengadilan Tinggi (PT) Bandung pada 17 April 2013. Majelis tinggi memperberat hukuman menjadi 4 tahun penjara. Di tingkat kasasi, nasib Agustin semakin terjepit. Pada 21 Agustus 2013, majelis kasasi menambah hukuman Agustin menjadi 5 tahun penjara.
MA: Akuntan Publik Berhak Audit Kerugian Keuangan Negara

Atas hukuman itu, Agustin akhirnya menggunakan upaya hukum luar biasa yaitu peninjauan kembali (PK). Ia berdalih bahwa perhitungan kerugian yang dilakukan kepada dirinya tidak sah karena yang melakukan bukan BPK.

"Dalam perhitungan kerugian negara yang dijadikan dasar pertimbangan oleh judex juris dalam tingkat kasasi adalah didasarkan kepada perhitungan yang cacat dan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Dengan demikian unsur merugikan keuangan negara tidak terbukti secara sah dan meyakinkan," alasan Agustin dalam permohonan PK-nya.

Alasan Agustin ditolak MA. Sebab berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2006, lembaga yang berwenang melakukan audit atas timbulnya kerugian negara adalah BPK, BPKP dan akuntan publik. Adapun di kasus Agustin, yang melakukan audit adalah akuntan publik Heri Pratama.

"Bahwa eksistensi akuntan publik sebagai auditor resmi untuk melakukan audit investigasi terhadap perkara korupsi yang diduga menimbulkan kerugian keuangan negara dalam sistem hukum nasional dan dalam praktik peradilan sudah diakui. Bahwa dari segi legalitas maupun otoritas lembaga akuntan publik dalam melaksanakan tugas sudah diterima dalam praktik," ucap majelis pada 12 Mei 2015.

Oleh sebab itu, audit yang dikeluarkan oleh ahli Heri Pratama adalah sah dan tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Putusan itu diketok oleh ketua majelis hakim agung Timur Manurung dan anggota Prof Dr Surya Jaya dan Sophian Marthabaya.

"Menolak permohonan peninjauan kembali terpidana Drs Agustin Hardiyanto SH MH MM," ucap majelis dengan suara bulat. (asp/dha)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads