Siswandi sudah berkeluarga dan memiliki 2 anak, tinggal di sebuah rumah yang berjarak sekitar 10 meter dari rel kereta api. Perlintasan berada di tengah desa, sehingga setiap hari ramai. Di depan rumah, Siswandi membuka sebuah barber shop.
"Saya mulai buka cukur pada tahun 2006, sebelumnya saya kerja serabutan. Pernah jualan bakso, jualan gorengan, sampai jualan kerupuk," kata Pak Sis, panggilan akrab Siswandi, saat berbincang dengan detikcom, Selasa (8/11/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Kecemasannya kemudian menjadi nyata saat dirinya melihat langsung kecelakaan angkutan. "Jadi waktu tahun 2008, ada angkutan umum yang tertabrak Kereta Mutiara siang. Itu sekitar pukul 09.10, dari Ketapang menuju Banyuwangi. Untungnya tidak ada korban saat itu," kisah Pak Sis.
"Kedua kalinya ada orang bawa gerobak, naik motor bawa gerobak. Itu kejadiannya selang beberapa bulan, motor enggak kuat nanjak, saya langsung keluar dan bantu dorong," sambungnya.
Kejadian-kejadian itu yang kemudian menggerakkan hati Pak Sis untuk membangun bel penanda kereta akan lewat. Dengan mengumpulkan tabungan pribadinya, ayah dari 2 orang anak ini membeli sebuah speaker dan lampu untuk dipasang di depan barbershop miliknya.
"Orang-orang juga sudah mengerti. Saya pencet lampu itu sekitar tiga menit sebelum kereta datang. Kendaraan yang lewat biasanya berhenti setelah mendengarnya. Tapi kadang ada juga yang bandel tetap menerobos," ujar Pak Sis.
Setiap pagi, lanjut Pak Sis, kewaspadaannya harus ditingkatkan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
"Karena jam rawan itu sekitar jam setengah 7 sama jam 9. Itu jam anak sekolah berangkat, dan di seberang sana ada beberapa kantor koperasi," ujarnya.
Pada tahun 2015, Pak Sis berhasil mewujudkan impiannya untuk melengkapi lagi sistem pengingat miliknya. Dia menambah pengeras suara untuk menandakan arah datangnya kereta dari sisi lainnya.
"Satu hari ada 18 kereta lewat, kalau sekarang sudah lebih banyak karena ada kereta barang. Kadang agak kesulitan di situ," keluh pria asal Blitar ini.
![]() |
Sejauh ini, Pak Sis sudah mengeluarkan uang hingga Rp 1,5 juta untuk membuat tanda itu. "Kalau ada rejeki lebih saya mau beli HT. Karena kadang jadwal kereta enggak ketebak. Kadang pas, kadang terlambat. Jadi biar siinyal stasiun masuk ke saya, bisa akurat," harapnya.
"Bukan sok baik, bukan sok pinter. Tapi berusaha menjadi yang terbaik. Hidup hanya satu kali, jadilah hidup yang berarti. Bisa buat kepentingan orang lain," selorohnya sambil tertawa.
Halaman 2 dari 2