Dalam orasinya pada Jumat (4/11/2016) siang, Fahri sempat menyinggung mengenai mekanisme seorang Presiden diturunkan dari jabatannya. Dia juga sempat berbicara mengenai parlemen jalanan.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan pihaknya sedang mempelajari pernyataan Fahri ini. Tim tengah melihat lebih jauh apakah ada unsur pidana dalam orasi itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Ada dua fakta anggota dewan yang harus dipahami oleh penegak hukum. Ada kamar eksekutif, ada kamar legislatif dan ada kamar yudikatif. Ini kamar-kamar independen dalam negara demokrasi," kata Fahri saat ditemui di sela-sela konferensi pers kongres KAMMI di restoran Pulau Dua, Senayan petang ini.
"Yang kedua, DPR ditugaskan untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Dan oleh konstitusi, DPR punya hak imunitas. Dia tidak boleh dipidana karena ucapan dan tindakannya dalam mengawasi jalannya pemerintahan. Munculah itu dalam UUD 1945 bukan dalam Undang undang, tapi dalam konstitusi negara. Untuk menghormati trias politika, muncul juga dalam UU MD3. Sehingga kita melahirkan Mahkamah Kehormatan dewan untuk membuat independen untuk menegakkan etik di lingkungan dewan," sambung Fahri.
Fahri lantas menjelaskan mengenai poin kedua sektor legislatif. Menurut Fahri cakupan kewenangan legislatif cukup besar, namun ada prosedur yang membatasi.
"Fakta kedua tentang legislatif itu bahwa menjatuhkan pemerintahan atau mengakhiri kekuasaan, pemerintah eksekutif itu diatur secara konstitusional dalam konstitusi dan Undang-undang. Kalau mau menjatuhkan pemerintahan ada prosedurnya. RI negara Demokrasi ada aturannya," sambungnya.
"Sehingga kemudian saya berkali-kali mengatakan, orang kalau demo, Presiden itu bahwa kalau dia berkhianat dan melanggar konstitusi dia bisa juga dikejar. Yang bisa jatuh bukan hanya anggota DPR, Presiden juga bisa jatuh," ujar Fahri. (fjp/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini