"Sesuai dengan Perkap No 01 Tahun 2009, penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian itu diatur ada enam fase. Fase pertama itu mulai dari polisi datang memberikan efek deteren, dengan polisi pakai seragam, polisi membawa water canon, polisi bawa sekuriti barier itu penahapan-penahapan," terang Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Awi Setiyono kepada wartawan saat jumpa pers di Malolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (7/11/2016).
Awi menjelaskan, pihaknya tidak serta merta menggunakan gas air mata. Dia mengatakan gas air mata adalah fase kelima dalam Perkap No 01 Tahun 2009 untuk membubarkan massa karena dinilai sudah melakukan tindakan rusuh.
"Fase kedua, Kapolres sudah menyampaikan perintah lisan 'pendemo...pendemo agar tenang, jangan terprovokasi, jangan melakukan pelemparan' itu perintah-perintah lisan," ucapnya.
Pada fase ketiga, polisi menggunakan kendali tangan kosong. Dalam praktek di lapangan saat demo kemarin, polisi mengerahkan tim Asmaul Husna untuk fase ketiga ini.
"Tangan kosong itu tidak menggunakan alat, bisa lihat kan tadi pakai apa, Asmaul Husna kan. Bahkan kita salat, bahkan massa demo pun kita ingatkan, kita azan, yang azan itu anggota Brimob," lanjut Awi.
Selanjutnya, fase keempat adalah penggunaan kendali tangan keras dengan menggunakan alat. Dan berikutnya, fase kelima menggunakan kendali benda tumpul seperti sekuriti barier, gas air mata, water canon.
"Gas air mata laras licin itu fase kelima. Yang fase keenam adalah penggunaan senjata api, kita tidak gunakan. Itu sudah dari awal disampaikan, pimpinan juga sudah sampaikan bahkan sudah diwanti-wanti, anggota satu per satu dicek anggota tidak menggunakan senjata api," urainya.
Awi mengungkap, pihaknya terpaksa menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa karena sudah melakukan tindakan rusuh.
"Fungsinya (gas air mata) apa, ya untuk membubarkan massa. Kalau massa sudah mulai anarkis, tidak terkendali terus polisi berjatuhan masak dibiarkan, apalagi massa ada yang memprovokasi meneriakkan yel yel masuk istana," pungkas Awi.
(mei/dhn)