"(Saya diperiksa sebagai) saksi terhadap Pak Amran Mustary terkait dana dan program aspirasi dan dana tambahan Rp 2,9 triliun yang masuk ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Iya kalau Kementerian PU kan masuknya kan terkait Direktorat Jenderal Bina Marga kan," kata Andi usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (3/11/2016).
Andi mengaku uang itu bukan berasal dari pengusaha. Uang itu, menurut Andi, terkait dengan proses penganggaran yang ada di DPR.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam persidangan pada Senin, 15 Agustus lalu, Damayanti Wisnu Putranti yang saat itu masih duduk sebagai terdakwa kasus itu mengungkap tentang suatu kesepakatan antara pimpinan Komisi V DPR dengan pejabat di Kementerian PUPR. Damayanti menyebut pimpinan Komisi V DPR meminta Kementerian PUPR menyetujui usulan program aspirasi sebesar Rp 10 triliun.
Namun pada akhirnya angka itu turun menjadi Rp 7 triliun dan terus turun hingga disepakati Rp 2,9 triliun untuk Direktorat Jenderal Bina Marga. Kementerian PUPR sebelumnya memang mendapat alokasi anggaran Rp 103,8 triliun untuk tahun 2016.
Kemudian angka Rp 2,9 triliun muncul sebagai tambahan dari pemerintah untuk alokasi anggaran infrastruktur dengan perhitungan adanya perbaikan situasi perekonomian tahun depan. Namun angka itu belum final ditambahkan ke dalam pagu anggaran RAPBN Kementerian PUPR tahun 2016 berdasarkan rapat antara Kementerian Keuangan dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR.
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Kementerian PUPR Krisno Yuwono mengaku tidak tahu maksud pernyataan Andi. Apabila terkait proses anggaran, Krisno memastikan bahwa seluruh prosesnya sesuai prosedur.
"Saya enggak tahu, enggak paham (terkait pernyataan Andi Taufan Tiro)," kata Krisno saat dihubungi terpisah. (dhn/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini