"Untuk kompensasi memang harus melalui proses peradilan. Kompensasi yang dimaksud adalah penggantian oleh negara," ucap Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai dalam jumpa pers di kantornya, Jl Raya Bogor KM 24, Jakarta Timur, Kamis (3/11/2016).
Menurutnya, dari beberapa aksi terorisme di Indonesia, belum ada korban yang mendapat kompensasi meski hal itu di atur UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. LPSK memfasilitasi 9 korban Bom Thamrin dengan total kompensasi berbeda-beda total Rp 1,3 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi menambahkan, korban yang mengajukan kompensasi hanya 9 orang dari 32 korban. Akibat kejadian itu, para korban tidak saja mengalami penderitaan fisik tapi psikologis.
"Kompensasi yang diharapan itu berupa biaya pengobatan medis, konseling psikologi, biaya kehilangan pendapatan saat itu, dan pendapatan selama masa pemulihan, kerugian harta benda hilang rusak, serta biaya dalam rangka pengobatan jalan," ucap Edwin.
"Itu semua kami serahkan kepada hakim untuk memutuskan. Kami melihat perhatian para penegak hukum belum optimal kepada korban," imbuhnya.
Berikut data korban yang mengajukan kompensasi:
1. Anggun Kartikasari (25 tahun), luka dan trauma): Rp 56 juta
2. Agus Kurnia (35 tahun), luka di gendang telinga): Rp 78 juta
3. Muh Nurman Permana (24 tahun), operasi akibat mur di belikat: Rp 53 juta
4. Hairil Islami (20 tahun), mur merobek otot dan meretakan tulang tangan: Rp 94 juta
5. John Hansen (29 tahun), trauma pendengaran: Rp 108 juta
6. Dwi Siti Rhomdoni (33 tahun), keretakan tulang leher sebelah kiri: Rp 82 juta
7. Meissy sabardiah (37 tahun), kaki luka kena pecahan kaca dan robek ligamen: 3 juta
8. Laily Herlina, suami meninggal: Rp 571 juta
9. Denny Mahileu (49 tahun), anggota polri Tebet. Luka bakar serius kaki kanan dan kiri: Rp 314 juta (miq/asp)











































