Gagasan Cawagub Embay Mulya tentang Pariwisata di Banten

Pilgub Banten 2017

Gagasan Cawagub Embay Mulya tentang Pariwisata di Banten

Bahtiar Rifa'i - detikNews
Kamis, 03 Nov 2016 11:13 WIB
Foto: Dikhy Sasra
Jakarta - Di Banten, ada banyak potensi pariwisata yang luar biasa yang masih belum dikelola dengan baik. Mulai dari pariwisata religius di kawasan Banten Lama, sampai situs peninggalan jaman megalitikum Lebak Sibedug di Lebak yang orang belum banyak tahu.

Embay Mulya Syarief, cawagub Banten di Pilkada 2017 memiliki gagasan agar potensi pariwisata di Banten dikelola dengan baik dan terbuka bagi siapa saja yang ingin mengulasnya. Penataan wisata religius di Banten lama yang selama ini dikenal kumuh dan memalukan, menurut Embay merupakan salah satu contoh bagaimana pengelolaan kawasan wisata yang buruk. Ia ingin, kawasan tersebut dikunjungi wisatawan sebagaimana mereka ke candi Borobudur.

"Penataan Banten Lama kita ingin seperti Borobudur, itu tanpa diapa-apain kumuh memalukan, tapi kunjungannya luar biasa," ujar Embay Mulya Syarief saat berbincang dengan redaksi detikcom, Jl. Warung Jati Barat Raya, Jakarta Selatan, Rabu (2/11/2016). Rano datang dengan didampingi cagub, Rano Karno, dan beberapa tim kampanye.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Embay menambahkan, di kawasan itu juga bisa dikembangkan wisata yang seolah-olah mundur ke abad 16 lewat puing-puing kesultanan Banten. Juga jejak-jejak peninggalan istana Surosowan. Bagi wisatawan atau siapapun yang berkunjung ke Banten, Embay menambahkan, tidak perlu risau mengenai bagaimana sikap penduduk lokal di sana. Orang Banten menurut Embay memiliki sikap toleransi bahkan jauh sebelum provinsi ini didirikan pada awal milenium lalu.

Rano Karno-Embay Mulya SyariefFoto: Triono WS/detikcom
Rano Karno-Embay Mulya Syarief

Hal itu menurutnya bisa dilihat dari jejak-jejak saling toleransi di situs Banten Lama antara masjid kesultanan yang bertetangga dengan salah satu kelenteng tertua di Jawa. Juga ada kawasan Kebalen yang mayoritas penduduk Bali berbaur dengan orang Banten. Makanya, menurut Embay, saking tolerannya orang Banten, karena menghormati tradisi tidak menyembelih sapi, masyarakat lebih menyukai daging kerbau daripada sapi.

"Itu mungkin jadi alasan historis kenapa orang Banten lebih suka kerbau dibanding sapi," kata Embay.

Selain itu, ia menambahkan bahwa hanya ada di Kota Serang di mana alun-alun tidak hanya dikelilingi masjid dan pusat pemerintahan. Di Serang menurut Embay, ada juga gereja berdiri tanda toleransi pada agama lain.

"Kecuali di Kota Serang, ada alun-alun masjid dan gereja, tidak pernah kita ribut bernuansa SARA, toleransi sangat terjaga," kata Embay pernah selama 15 tahun menjadi salah satu ketua MUI Banten dan merangkap dewan penasihat paguyuban warga Tionghoa di Banten.

Menurut Embay, jika dalam beberapa tahun ke belakang citra Banten menjadi buruk bisa jadi itu karena peninggalan adudomba masa Belanda agar dikucilkan. Jawara menurut Embay tidak selalu jahat, ada jawara yang baik dan melaksanakan salat, juga ada jawara putih yang selain salat juga bisa silat. Meskipun, kadang Jawara belakangan digunakan untuk melindungi kepentingan politik sekelompok orang di Banten.

"Jawara tidak semua jahat, ada yang salat dan ada yang tidak. Ada yang bilang saya jawara putih. Yaitu yang bisa salat dan silat," kata Embay sambil berkelakar.

Yang jelas menurutnya, orang Banten memang keras, tapi hanya kepada penjajah. Kalau bicara toleransi, ratusan tahun masyarakat begitu toleran.

Halaman 2 dari 2
(bri/trw)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads