Salah Sita Bukti Kasus Narkoba, Polisi Dihukum Bayar 6 Ribu Perak

Salah Sita Bukti Kasus Narkoba, Polisi Dihukum Bayar 6 Ribu Perak

Chaidir Anwar Tanjung - detikNews
Selasa, 01 Nov 2016 17:02 WIB
Ilustrasi (ari/detikcom)
Jakarta - Polresta Pekanbaru kalah dipraperadilan dan dihukum membayar uang moril Rp 6 ribu perak. Hukuman itu terkait kasus penggerebekan narkoba karena penyitaan HP dan sejumlah uang melanggar hukum.

Sidang praperadilan (prapid) ini berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Selasa (1/11/2016). Hakim tunggal dipimpin Sorta Ria Neva yang dikenal hakim 'pencabut nyawa' terhadap terdakwa pembunuh dan narkoba itu.

Dalam putusannya, hakim Sorta menjelaskan, bahwa penyitaan barang milik Nuraini alias Nenek alias Wela dalam kasus dugaan penggerebekan narkoba yang dilakukan Polresta Pekanbaru pada 2 Septmber 2016 tidak prosedural dan cacat hukum dan melawan hukum.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karena itu, penyitaan barang-barang milik Wela yang dilakukan Polresta Pekanbaru harus segera langsung dan sepenuhnya dikembalikan kepada pemohon (Nuraini).

Pertimbangan hakim, penyitaan yang dilakukan Polresta tanpa ada izin dari pengadilan. Semestinya paling lambat setelah 7 hari penyitaan, pihak Polresta Pekanbaru harus mengajukan surat penyitaan ke pengadilan. Namun batas waktu itu tidak dilakukan. Karena itu hakim mengabulkan gugatan praperadilan yang dilakukan Nuraini.

"Memerintahkan termohon (Polresta Pekanbaru) untuk membayar ganti rugi moril pemohon (Nuraini) sebesar Rp 6.000 atau dengan selembar materai senilai Rp 6.000," kata Sorta.

Tim Adokasi Kebenaran Hukum, pengacara dari Nuraini yang terdiri dari Irwan S Tanjung, Wita Sumarni dan Lai Hendrayano Pasaribu, menilai keputusan hakim sudah memenuhi rasa keadialan.

"Klien kami dituding bandar narkoba oleh pihak kepolisian tanpa ada bukti yang kuat karena itu kami melakukan praperadilan dan akhirnya hakim mengabulkan gugatan kami," kata Irwan S Tanjung kepada detikcom.

Irwan menjelaskan, dalam putusan hakim meminta barang-barang milik kliennya harus dikembalikan. Barang-barang yang disita polisi terdiri dari uang Rp 1,2 miliar, dan sejumlah HP dan lainnya.

"Barang-barang milik klien saya disita polisi tanpa ada surat dari pengadilan. Polresta Pekanbaru menduga klien saya sebagai bandar narkoba. Tapi klien saya sendiri tidak ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus apa pun. Barang bukti narkoba sebesar upil pun tidak ditemukan," kata Irwan.

Dalam persidangan, lanjut Irwan, pihaknya juga menghadirkan saksi ahli, Dr Eva Achjani Zulfa dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Saksi ahli menyebutkan bahwa penyitaan barang milik Nuraini tanpa ada surat putusan pengadilan merupakan tindakan perampasan milik orang lain.

"Salinan putusan belum kami terima, kemungkinan besok. Jika salinan putusan sudah kami terima, maka besok kami akan minta Polresta Pekanbaru mengembalikannya. Dan paling penting lagi, Polresta Pekanbaru harus bayar kerugian moril klien saya Rp 6.000 atau dengan selembar materai seharga Rp 6.000," kata Irwan.

Menurut Irwan, pihaknya mendukung program pemerintah dalam memberantas narkoba. Jika memang kliennya bisa dibuktikan memiliki narkoba, dia tidak keberatan dilakukan hukuman.

"Bila perlu klien saya di-Fredi Budiman-kan (dihukum mati-red) kalau memang terbukti sebagai bandar narkoba," kata Irwan.

Sementara itu, kuasa hukum Polresta Pekanbaru, Dr Bripka Rudy Pardede mengatakan, pihaknya kecewa dengan penetapan majelis hakim. Namun demikian, keputusan tersebut tetap dihormati.

"Kita pasti kecewa, namun demikian kita sangat menghormati atas putusan tersebut. Dan kita akan melaksanakan apa yang telah menjadi keputusan hakim," kata Dr Rudy.

Menurut DR Rudy, kekecewan itu didasari atas pertimbangan hakim. Di mana hakim menyebutkan harusnya 7 hari setelah penyitaan barang semestinya mengajukan surat permohonan penyitaan dari pengadilan.

"Padahal dalam KUHP tidak ada batas waktu yang ditentukan terkait permohonan penyitaan tersebut. Itulah dasar kekecewaan kami, hanya saja putusan praperadilan tidak ada lagi upaya hukum. Jadi kami akan mematuhi atas segala putusan tersebut," kata Rudy.

Kapolresta Pekanbaru, Kombes Tony Hermawan menambahkan, bahwa dia juga tidak sepandangan dengan pertimbangan hakim.Dia menganalogikan, bila pihak kepolisian menemukan senjata api atau bom tentunya akan segera disita. Dan tidak mungkin untuk penyitaan itu harus meminta surat penyitaan dari pengadilan.

"Bagaimana mungkin kami minta surat penyitaan, kalau tersangkanya saja tidak ada. Karena dalam SPDP (surat perintah dimulainya penyidikan) harus ada tersangkanya. Nah, kalau senjata api atau bom yang kami temukan tidak ada tersangkanya, lantas bagaimana kami memenuhi SPDP itu. Makanya, kami tidak sependapat dengan pertimbangan hakim," kata Toni.

Masih menurut Toni, Nuraini alias Wela saat penggerebekan selain uang Rp 1,2 miliar juga ditemukan mesin penghitung uang. Jadi tidak masuk akal, bila Wela mengklaim uangnya tersebut adalah hasil dari mengumpulkan arisan ibu-ibu.

"Apa iya ada ibu-ibu arisan ngumpulkan uang pakai mesin penghitung. Dalam catatan pihak kepolisian, Wela itu sudah pernah dipenjara dalam kasus narkoba," kata Toni.

"Nah sekarang kami kalah dipraperdilan. Terserah masyarakat, menilainya. Yang jelas, negara kita sudah sepakat untuk memberantas narkoba demi kelangsungan generasi kita ke depan agar tidak terjerumus narkoba," kata Toni.

Kasus ini bermula, pada Agutus 2016 polisi menangkap pengedar narkoba atas nama Bobi. Dari sana dikembangkan lagi, dan dilakukan penggerebekan di Kampung Dalam, Kecamatan Senapelan, Pekanbaru pada 2 September 2016.

Saat itu, polisi menetapkan satu orang Yogi sebagai tersangka. Dari pengakuan Bobi, bahwa jual beli narkoba tersebut mengarah ke Nuraini. Dalam penggerebekan itu, Yogi memang dijadikan tersangka. Lantas polisi menelusuri lorong-lorong rumah di kawasan Kampung Dalam dan menemukan tumpukan uang Rp 1,2 miliar milik Nuraini.

Uang tersebut disita pihak kepolisian. Tapi pihak kepolisian tidak menetapkan Nuraini sebagai tersangka narkoba. Lantas polisi menyita uang, dan HP termasuk memberikan garis polisi di rumah Nuraini. Merasa tidak terbukti adanya narkoba, Nuraini pun keberatan. Dari sini lah, kasus ini pun bergulir di persidangan. Dalam praperadilan, akhirnya Nuraini menang dan Polresta Pekanbaru diharuskan membayar kerugian moril Rp 6.000. (cha/asp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads