Selaku pemohon, Tjip bersama kawan-kawan melihat pasal 22 UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) bersifat diskriminatif dan berpotensi membatasi MK untuk menyelenggarakan peradilan guna penegakan hukum dan keadilan. Pihaknya juga mengharapkan MK menyatakan ketentuan UU MK bertentangan dengan UUD 1945.
"Lho kok di dalam UU 1945 menyatakan peradilan itu masalah UU Kehakiman dilaksnakan MA dengan di bawahnya dan MK. Tetapi ketikan dalam pelaksnaaan kok tidak sama UU-nya antara MA dengan MK," ujar Tjip dalam persidangan di MK di Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (1/11/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu artinya nggak sama dan nggak sesuai UUD 1945 sehingga tidak menimbulkan kepastian hukum dan akan menimbulkan like n dislike. Apalagi hakim konstitusi sekarang ini dipilih oleh DPR, bisa saja untuk kepentingan politik tidak dipilih lagi," papar Tjip.
Tjip mengatakan setidaknya untuk jabatan hakim konstitusi sama seperti MA. Namun begitu pihaknya mengusulkan jabatan hakim konstitusi seumur hidup.
"Bukan periodik, sehingga tidak dipolitisi oleh legislatif. Kalau kami mengusulkan sampai batas usia tidak punya kemampuan," paparnya.
Pemohon menghadirkan keterangan ahli Prof Bagir Manan. Menurut Bagir, MK adalah suatu alat perlengkapan negara sebagai pemegang kekuasaan kehakiman seperti MA dan badan peradilan tingkat lebih rendah.
"Salah satu wujud kekuasaan kehakiman yang merdeka adalah jaminan perlindungan atas kebebasan hakim. Tidak akan ada gunanya mentakan kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka tanpa disertai kebebasan hakim," papar Bagir.
Bagir mempertanyakan bagaimana hukum mengatur, praktik menjamin dan melindungi kebebasan hakim. Sedangkan dalam beberapa litertaur kebebasan hakim diartikan sebagai kebebasan dari segala bentuk intervensi atau pengaruh dalam memutus perkara.
"Tidak kalah pentingnya adalah pengaruh tidak langsung seperti kehawatiran kehilangan pendapatan, kehawatiran diberhentikan atau tidak diangkat atau tidak dipilih lagi. Kehawatiran ini bukan hanya mempengaruhi imparsialitas hakim, tak kalah pentingnya berpengaruh terhadap jaminan konsistensi dalam memutus perkara," ucap Bagir yang menjadi Ketua MA 2003-2009 itu.
Sebelumnya, Center for Strategic Studies University Of Indonesia (CSS-UI) menggugat masa pensiun hakim pajak yang harus purna tugas pada usia 65 tahun. Oleh MK permohonan itu dikabulkan dan mengubah masa pensiun hakim pajak menjadi 67 tahun. (edo/asp)