Derita Sandera Perompak Somalia: Minum Air Kotor, Makan Roti Basi dan Kucing-Tikus

Derita Sandera Perompak Somalia: Minum Air Kotor, Makan Roti Basi dan Kucing-Tikus

Haris Fadhil - detikNews
Senin, 31 Okt 2016 19:15 WIB
Foto: Para sandera perompak Somalia bertemu keluarganya di Kemenlu (Foto: Haris Fadhil/detikcom)
Jakarta - 4 WNI yang disandera perompak Somalia sejak 4 tahun yang lalu akhirnya sukses dibebaskan. Selama disandera, mereka diperlakukan tak manusiawi.

"Berawal pada 26 Maret 2012 pada pukul 2 dini hari, saat para ABK (Anak Buah Kapal) selesai bekerja terdengar suara tembakan yang menyebabkan kapten tewas. Dan kami lari berhamburan ke manapun, ke ruang mesin misalnya agar tidak terlihat," tutur Sudirman, salah satu dari 4 WNI yang dibebaskan perompak Somalia.

Ada 29 ABK dari berbagai negara tersebut disekap saat kapal berbendera Oman FV Naham 3 dibajak di dekat Seychelles pada bulan Maret 2012. Ketika itu serangan bajak laut umum terjadi di daerah itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sudirman mengisahkan hal itu setelah diserahkan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) kepada keluarga mereka di Kemenlu, Jl Pejambon, Jakarta Pusat, Senin (31/10/2016).

Saat disandera, mereka memang tidak berkegiatan. Namun, bila sore hari mereka diminta mencari kayu. Air minum yang diberikan perompak Somalia itu tidak layak. Sehingga mereka harus memutar otak mencari air bersih. Makanan yang diberikan pun tak layak dan jauh dari higienis.

"Paling kalau hujan kita gali tanah jadi kolam supaya ada air untuk minum, karena air yang diberikan tidak layak untuk diminum. Per hari kita dikasih setengah liter air. Makan roti basi kalau pagi, makanya kita kena diare semua. Siang tidak makan. Malam nasi kacang merah dicampur. Tidak ada lagi garam dan gula. Air itu adalah air mentah. Kadang ada kotoran untanya, kadang ada kotoran kambingnya. Kalau diminum kita ingin muntah kembali," kisah pria asal Medan itu.

Dicecar mengenai kebenaran informasi para perompak Somalia bertahan hidup dengan memakan hewan liar seperti tikus, Sudirman membenarkannya.

"Kalau soal makan hewan liar seperti tikus, kucing liar, ya iya. Tapi kalau ketahuan sama para pembajak, kita bakal diikat. Kaki dengan tangan diikat di belakang disatukan gitu, seperti huruf U kita jadinya. Sakit sekali itu," tuturnya.

Para penyandera tak segan berlaku kejam bila sandera memberontak atau melawan. "Yang paling buruk itulah, terlalu kejam mereka. Dipukul pakai senjata, kalau melawan tidak dikasih makan, minum," jelas dia.

Dalam penyanderaan, pada akhir September 2016 lalu, ada sandera WN Kamboja yang ditembak karena cekcok dengan penyandera. Para sandera kompak mogok makan untuk memberikan tekanan pada penyandera.

"Itu kita lakukan supaya memberi tekanan pada mereka, kita ancam mereka apakah mau kita mati dan mereka tidak dapat apa-apa atau mereka obati ini kawan kita yang dari Kamboja. Mereka ada pengobatan, tapi cuma bersihkan lukanya saja, biar tidak infeksi, tidak ada obat apapun diberikan," jelas dia.

Karena pengobatan tidak memadai, salah satu WNI bernama Nasirin pun dibiarkan menderita demam hingga meninggal.

"Kemungkinan kena sakit DBD (Demam Berdarah Dengue-red) karena ditempatkan di hutan kemudian dia merasa kedinginan terus kepanasan. Dia minta air minum ke saya, tapi memang tidak ada air," tuturnya mengenai Nasirin yang wafat dalam penyanderaan.

Mengenai ibadah, Sudirman mengaku saat disandera imannya sempat jatuh. Sehingga dia dan beberapa rekannya tak pernah salat, karena kondisi yang kotor.

"Kalau soal ibadah saat itu, iman saya jatuh. Saya tidak pernah salat di sana, karena apa yang mereka lakukan tidak sesuai ajaran Islam, sangat mengerikan," tuturnya.

Meski demikian Sudirman beserta rekannya Supardi sukses menjalankan ibadah puasa Ramadan selama 4 tahun secara baik dan tidak terputus.

"Kalau muslim kan 5 perkara, tapi karena keadaan begitu jadi cuma puasa yang bisa saya lakukan dan berdoa saja. Salat kan harus bersih, kotor nggak bisa, kiblat juga tidak tahu, kalau ditanya ke pembajak susah juga," jelas dia.

Sudirman sempat putus asa karena tak juga menerima komunikasi dari Pemerintah Indonesia. Namun, diplomasi dari Kemenlu RI akhirnya sukses menembus para sandera dan membebaskan mereka.

"Saya sangat bangga jadi WNI, kedutaan kita, Menteri Luar Negeri selalu membantu kita," tutur pria yang kini mengaku masih trauma dan belum terpikir bekerja di kapal lagi. (nwk/erd)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads