"Dewan Kehormatan Partai Demokrat (PD) rekomendasinya pemecatan dari keanggotan. Sama, dua-duanya," ungkap Wakil Ketua Wanhor PD, Denny Kailimang saat. dikonfirmasi, Kamis (27/10/2016).
Rekomendasi pemecatan itu dikeluarkan Wanhor pada Senin (24/10) lalu dan telah diserahkan kepada DPP. Ketua Umum DPP PD Susilo Bambang Yudhoyono yang akan menjadi penentu terakhir apakah rekomendasi itu akan ditindaklanjuti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hanya saja ia belum bisa memastikan kapan DPP akan mengumumkan keputusan akhir untuk dua kadernya yang tidak mematuhi garis partai itu. Ruhut saat disidang memenuhi panggilan namun Hayono tidak.
"Tanggal 17 Oktober dia (Ruhut). Dia serahkan ini semua. Pak Hayono Isman tidak hadir. Pertimbangannya itu melanggar kode etik AD/ART dan pakta integritas," Denny membeberkan.
Keduanya direkomendasikan dipecat karena secara terbuka menunjukkan dukungannya untuk pasangan Ahok-Djarot dalam Pilgub DKI. Padahal PD secara resmi mengusung Agus-Sylvi.
"Karena bertentangan dengan kebijakan-kebijakan partai. Di antaranya itu lah (mendukung Ahok-Djarot). DPP yang akan melaksanakan sebagai eksekutornya," terang Denny.
Jika DPP resmi memecat, Ruhut pun akan kehilangan kursi anggota DPR nya. Ia akan digantikan oleh kader PD lain yang suaranya ada di bawah suara Ruhut pada dapilnya.
"Ya secara otomatis akan gugur semua. PAW di KPU," ucapnya.
Sementara itu, Ruhut mengaku belum mendapat pemberitahuan soal pemecatan dirinya dari Demokrat. Ia memilih tidak menggubris hal tersebut sampai benar-benar menerima surat pemecatan dari partai berlambang Mercy itu.
"Yang bisa mecat siapa? Siapa? Ketua umum. Ini kan orang-orang yang ngomong kan yang nyari beken. Siapa yang bisa mecat? Ada nggak suratnya? Kan nggak ada kan," tukas Ruhut di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/10/2016).
"Ya nggak pernah ada, karena itu Hayono juga jawabnya kan sama dengan gua. Kalo gua, EGP, emang gua pikirin," sambung Jubir Timses Ahok-Djarot itu.
(elz/imk)