"Kita ingin memberikan satu guidance bahwa terminal itu harus dikelola. Kenapa? Terminal ini dari berbagai instansi yang mengelola. Nah selama ini kan mungkin masih ada ego sektor masing-masing," kata Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius, Rabu (26/10/2016) malam.
Hal itu disampaikan Suhardi di sela acara 'Sosialisasi Standar Operasional Prosedur Sistem Keamanan Terminal Penumpang Angkutan Jalan Dalam Menghadapi Ancaman Terorisme: Kita Ciptakan Harmonisasi Lintas Sektoral Guna Mencegah & Mengantisipasi Aksi Terorisme' yang digelar di Hotel Java Paragon, Surabaya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suhardi mengatakan terminal angkutan umum adalah tempat-tempat yang masif dan akan menjadi sasaran aksi terorisme untuk menebar ketakutan.
"Coba dilihat dari pengalaman, ada enggak dia sendirian, kecuali bom bunuh diri di polres itu. Tapi di tempat masif di terminal, di mal, di restoran kan tempat berkumpulnya orang ramai," katanya.
"Ini terminal kan tempat orang ramai. Bandara, pelabuhan laut, jadi semua tempat masif berkumpulnya orang menjadi sasaran," terangnya sambil mencontohkan bandara Istanbul di Turki bisa terjadi teror bom.
Mantan Kadiv Humas Mabes Polri ini menerangkan, dengan pemikiran itulah, perlu menyiapkan peranan bagi masing-masing pengelola terminal yang lintas sektoral.
"Jangan arogansi sektoral, tapi harus satu kesatuan. Bagaimana mengemas dari sisi pengamanannya yang saya katakan sense of crisis. Jadi jangan cuek ketika ada masyarakat yang menaruh begitu saja, ah ini bukan urusan saya," katanya.
"Tapi kalau meledak, menjadi saling lempar tanggung jawab. Mereka (teroris) sudah siap mati untuk mencari jalan surganya. Padahal, korban-korbannya itu orang tidak berdosa," tuturnya sambil menambahkan, perlu ada bagian penerangan di terminal angkutan umum, yang memantau orang-orang untuk mengingatkan agar tidak meninggalkan barangnya.
Apakah akan membentuk satuan tugas pengamanan gabungan untuk mencegah terorisme di terminal?
"Itu yang saya katakan. Ini sedang diajarin. Ada narasumbernya dari kepolisian, dari perhubungan, ada semuanya. Jadi berbagi peran di situ. Jadi harus berbuat apa di situ, sehingga nanti ada satu SOP di setiap terminal. Nanti disosialisasikan," katanya.
"SOP akan kita sebar ke semua terminal. Kalau dari setingkat provinsi akan disebar ke tingkat kabupaten dan kota. Begini loh caranya. Jadi menular kemana-mana bahwa SOP ini harus dilaksanakan," jelasnya.
Singapura Latihan Penerapan SOP dari Serangan Terorisme
Komjen Suhardi Alius mencontohkan negara tetangga, Singapura, sudah menerapkan latihan jika ada serangan terorisme.
"Latihannya secara nasional, biayanya berapa tuh. Kalau kita sudah siap belum. Jangankan rakyatnya, aparatnya saja juga masih bingung apa yang harus dilakukan (menghadapi serangan terorisme)," terangnya.
Suhardi mengatakan Singapura sudah menerapkan SOP (standard operating procedure) ketika terjadi serangan terorisme. Bahkan, latihan tersebut di bawah pengawasan perdana menteri.
"Nah kita (latihan penerapan SOP) kecil-kecilan dulu deh. Ke komunitas-komunitas yang bisa kita jangkau," tandasnya.
Dalam acara sosialisasi tersebut dihadiri Pangdam V Brawijaya Mayjen TNI I Made Sukadana, Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf, Kepala Dinas Perhubungan dan LLAJ Jatim, Kepala BIN Daerah Jatim dan perwakilan dari Polda Jatim. Serta pesertanya dari unsur TNI, Polri, Dishub dan masyarakat mitra BNPT.
(roi/dhn)











































