"Untuk legislation atau legislasi, dari rata-rata 66,03 persen, Indonesia hanya mendapat nilai 31,82 persen," ujar mantan penerbang tempur TNI AU dan dosen pengajar pertahanan di Universitas Pertahanan (Unhan) Marsekal Madya TNI (Purn) Koesnadi Kardi yang menjadi pembicara dalam seminar nasional permasalahan di bidang keudaraan dan penerbangan di Persada Executive Club, Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (26/10/2016).
Sementara dari sisi organisasi, dari rata-rata 64,07 persen, Indonesia hanya memperoleh presentase 20 persen. Begitu juga dengan licensing, dari 71,69 persen, Indonesia hanya memperoleh 33,33 persen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk accident Investigation, dari 54,71 persen, Indonesia hanya memperoleh nilai 31,48 persen. Air Navigation Services dari 67,25 persen, Indonesia hanya 51,44 persen. Begitu juga dengan Aerodromes, dari 58,03 persen rata-rata nilai, Indonesia hanya mampu memperoleh presentase nilai 44,50 persen.
Dalam pemilihan yang dilangsungkan di hari ke-7 penyelenggaraan Sidang Majelis ICAO ke-39, tanggal 4 Oktober 2016 di Kantor Pusat ICAO, Montreal, Kanada, tersebut, Indonesia meraih dukungan sebesar 96 suara. Angka tersebut belum berhasil membawa Indonesia untuk terpilih menjadi salah satu dari 13 negara yang menduduki jabatan Dewan ICAO di Part III, kategori negara yang mewakili kawasan di Dewan ICAO.
Negara yang berhasil terpilih sebagai anggota Dewan ICAO di Part III periode 2016-2019 adalah Aljazair, Cabo Verde, Kongo, Kuba, Ekuador, Kenya, Malaysia, Panama, Korea Selatan, Tanzania, Turki, Persatuan Emirat Arab, dan Uruguay.
Anggota Dewan ICAO dipilih oleh negara-negara yang hadir pada Sidang ICAO. Pemilihannya dilakukan secara tertutup (secret ballot) dengan sistem pemilihan elektronik serta ketentuan dukungan minimal sebanyak 50%+1 dari jumlah negara anggota yang memberikan suaranya. (rni/nwk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini