Tolak Pensiun Dini Hakim Agung, MA Khawatir Perkara Menumpuk

Tolak Pensiun Dini Hakim Agung, MA Khawatir Perkara Menumpuk

Andi Saputra, Andhika Prasetia - detikNews
Rabu, 26 Okt 2016 13:37 WIB
Patung Soeleiman Effendi Koesoemah Atmadja di halaman Gedung Mahkamah Agung. Soeleiman merupakan Ketua MA periode 1945-1952 (ari/detikcom).
Jakarta - Hakim agung I Gusti Agung Sumanantha menyatakan keberatan jika diterapkan pensiun dini di semua tingkat peradilan. Menurutnya, hal tersebut akan menimbulkan darurat kekurangan hakim.

"Misalnya jika usia pensiun hakim agung menjadi 65 tahun, akan mengurangi kemampuan MA dalam memutus dan menyelesaikan perkara yang jumlahnya puluhan ribu. Padahal MA dalam tiga tahun terakhir menunjukkan prestasi tertinggi dalam sejarah penyelesaian perkara," kata Agung di Gedung DPR/MPR, Jakarta Pusat, Rabu, (26/10/2016).

Hal ini disampaikan Agung pada Seminar RUU Jabatan Hakim 'Ikhtiar Memperbaiki Status dan Manajemen Para Pengadil' yang diselenggarakan oleh F-PPP DPR. Agung mengatakan pengurangan usia pensiun hakim bertentangan dengan nilai universal yang ada di seluruh dunia

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sesungguhnya usia pensiun bagi hakim di seluruh dunia adalah yang tertua. Kenapa? Karena profesi hakim pengalaman sangat menentukan kematangan seseorang menjadi hakim," ujar Agung.

Agung juga mengatakan bahwa kondisi yang dialami MA tidak dilakukan rekrutmen hakim dikarenakan hambatan teknis. Dia juga menambahkan saat ini telah terjadi kekosongan rekrutmen hakim tingkat pertama selama enam tahun berturut-turut.

"Jika rekrutmen dilakukan tahun depan maka akan terjadi kekosongan tujuh tahun ditambah dua tahun yang diperlukan untuk melatih mereka menjadi hakim yang siap pakai. Sehingga terjadi kesenjangan antara beban kerja dengan jumlah perkara dan jumlah hakim," jelas Agung.

Agung juga menanggapi mengenai perekrutan calon hakim dari kalangan profesional, advokat, jaksa, polisi, mediator, notaris, dan arbiter yang telah berpengalaman selama lima tahun merupakan hal yang baru secara konseptual. Dia mengatakan terdapat dua sistem besar dalam rekrutmen calon hakim, yaitu dari fresh graduate dan rekrutmen dari profesional hukum.

"Maka dari itu perlu dipertimbangkan lagi dan perlu didukung dengan hasil kajian yang cukup matang dan sesuai dengan struktur dan budaya hukum di Indonesia. Pengalaman MA saat mengadakan seleksi hakim ad hoc dari profesional mengalami kesulitan saat pembentukan kompetensi," jelas Agung. (asp/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads