"Misalnya jika usia pensiun hakim agung menjadi 65 tahun, akan mengurangi kemampuan MA dalam memutus dan menyelesaikan perkara yang jumlahnya puluhan ribu. Padahal MA dalam tiga tahun terakhir menunjukkan prestasi tertinggi dalam sejarah penyelesaian perkara," kata Agung di Gedung DPR/MPR, Jakarta Pusat, Rabu, (26/10/2016).
Hal ini disampaikan Agung pada Seminar RUU Jabatan Hakim 'Ikhtiar Memperbaiki Status dan Manajemen Para Pengadil' yang diselenggarakan oleh F-PPP DPR. Agung mengatakan pengurangan usia pensiun hakim bertentangan dengan nilai universal yang ada di seluruh dunia
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agung juga mengatakan bahwa kondisi yang dialami MA tidak dilakukan rekrutmen hakim dikarenakan hambatan teknis. Dia juga menambahkan saat ini telah terjadi kekosongan rekrutmen hakim tingkat pertama selama enam tahun berturut-turut.
"Jika rekrutmen dilakukan tahun depan maka akan terjadi kekosongan tujuh tahun ditambah dua tahun yang diperlukan untuk melatih mereka menjadi hakim yang siap pakai. Sehingga terjadi kesenjangan antara beban kerja dengan jumlah perkara dan jumlah hakim," jelas Agung.
Agung juga menanggapi mengenai perekrutan calon hakim dari kalangan profesional, advokat, jaksa, polisi, mediator, notaris, dan arbiter yang telah berpengalaman selama lima tahun merupakan hal yang baru secara konseptual. Dia mengatakan terdapat dua sistem besar dalam rekrutmen calon hakim, yaitu dari fresh graduate dan rekrutmen dari profesional hukum.
"Maka dari itu perlu dipertimbangkan lagi dan perlu didukung dengan hasil kajian yang cukup matang dan sesuai dengan struktur dan budaya hukum di Indonesia. Pengalaman MA saat mengadakan seleksi hakim ad hoc dari profesional mengalami kesulitan saat pembentukan kompetensi," jelas Agung. (asp/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini