Meski pembahasan belum dimulai, namun Riza sudah mulai memetakan poin-poin apa saja yang akan menjadi pembahasan krusial dalam UU Pemilu. Beberapa poin tersebut antara lain sistem terbuka atau tertutup, ambang batas parlemen hingga persoalan jumlah daerah pemilihan (dapil).
"Banyak yang harus dibahas secara detail. Kemari UU Pilkada rapat sampai jam 2, jam 5. UU ini lebih lagi dari UU Pilkada. Menyangkut banyak hal soal konstitusi, kenegaraan, karena semua berkepentingan," ungkap Wakil Ketua Komisi II Ahmad Riza Patria saat dihubungi, Jumat (21/10/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca Juga: DPR Terima Draf RUU Pemilu dari Pemerintah
Terkait dengan parliamentary threshold atau ambang batas parlemen, ada fraksi yang meminta dinaikkan. Namun di sisi lain ada fraksi yang menilai, kehadiran partai-partai baru juga perlu diakomodir.
Partai Nasdem misalnya, konsisten menginginkan agar PT dinaikkan dari yang saat ini 3,5 persen menjadi 7 persen. Sementara PKB menginginkan agar angkanya naik menjadi 9 persen
"Partai-partai menengah ke bawah perlu ada partisipasi publik. Jangan sampai suara rakyat tidak terakomodir di legislatif. Peningkatan angka parliamentary threshold juga akan menyebabkan jumlah partai di parlemen semakin sedikit. Potensi banyak suara terbuang pun semakin tinggi," paparnya.
Poin krusial lainnya adalah soal sistem pemilu. Sebagian menginginkan sistem pemilu dikembalikan menjadi tertutup. Namun sebagian lainnya menilai sistem pemilu terbuka saat ini sudah ideal.
"Partai-partai lama seperti PDI-P, Golkar, PKS, PKB, maunya tertutup," tuturnya.
Riza menambahkan, jumlah daerah pemilihan juga dipertimbangkan untuk diatur kembali. Beberapa pertimbangan mendasar adalah jumlah kursi, jumlah penduduk, luas wilayah, dan lainnya.
"Jumlah Dapil itu kan salah satu yang mendasar. Banyak jumlah kursi, jumlah penduduk, luasan wilayah dan banyak hal. Ini perlu juga menjadi pembahasan. Tapi lagi-lagi ini politik, partai-partai besar ingin jumlah dapil sebanyak mungkin karena faktor rasional. Ada kepentingan partai besar, kursinya bertambah, partai menengah ke bawah enggak mau," urainya.
"Kalau ditambah jumlah dapil kursi parlemennya berkurang. Lagi-lagi ini kepentingan politik yang dirasionalkan, tarik-tarikan begitu tinggal kuat-kuatan," imbuhnya.
Poin mengenai politik uang, tambah Riza, juga perlu dibahas. Pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, sanksi pelanggaran politik uang bisa berujung pada diskualifikasi. Hal tersebut, menurut dia, bisa diterapkan pada RUU Pemilu. (wsn/imk)











































