"Saya optimis teroris bisa diatasi apabila undang-undangnya (seperti itu)," ungkap Gatot di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (21/10/2016).
Teroris disebut Gatot masuk dalam kategori kejahatan yang mengancam negara. Sebagai garda terdepan pertahanan Indonesia, TNI dianggap perlu harus mengambil bagian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kehadiran TNI dalam upaya pemberantasan terorisme sempat menjadi perdebatan. Hingga kini Pansus RUU Terorisme pun belum merampungkan revisi undang-undang tersebut.
"Bukan terhambat, tapi masih proses, masih proses. Kita doakan UU Terorisme bisa mengamankan lembaga ini dari aksi Teroris," ujar Gatot.
Sebelumnya Ketua Pansus Revisi RUU Terorisme Muhammad Syafi'i menyebut seluruh anggotanya sepakat untuk melibatkan TNI dalam pemberantasan terorisme. Dengan demikian, TNI disebutnya bukan lagi menjadi BKO (Bantuan Kendali Operasi) Polri dalam upaya pemberantasan terorisme karena memiliki kewenangan dalam penindakan.
"Tidak ada perdebatan lagi tentang pelibatan TNI. Jadi nanti TNI hanya ditugaskan untuk menangkap dan kalau sudah ditangkap ya wajib diserahkan ke polisi untuk disidik dan dilanjutkan ke pengadilan," ucap Syafi'i, Kamis (20/10).
Berikut penjabaran rekomendasi porsi pelibatan TNI dalam penindakan aksi terorisme berdasarkan UU No 34/2004 tentang TNI dan UU No 3/2002 tentang pertahanan negara:
-Aksi terorisme terhadap presiden dan wakil presiden beserta keluarga
-Aksi terorisme terhadap WNI di luar negeri
-Aksi terorisme terhadap KBRI
-Aksi terorisme terhadap kapal dan pesawat terbang RI
-Aksi terorisme terhadap kapal dan pesawat terbang RI negara sahabat di wilayah Indonesia
-Aksi terorisme yang menimbulkan eskalasi meluas di wilayah yurisdiksi nasional Indonesia, termasuk ZEE yang berdampak membahayakan kedaulatan keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa. (elz/fdn)











































