Keberanian Jokowi Tunjuk Tito Jadi Kapolri dan Polemik Remisi Koruptor

2 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK

Keberanian Jokowi Tunjuk Tito Jadi Kapolri dan Polemik Remisi Koruptor

Ikhwanul Khabibi - detikNews
Kamis, 20 Okt 2016 13:45 WIB
Foto: Ari Saputra
Jakarta - Dua tahun menjabat sebagai Presiden, Joko Widodo menghadapi beberapa masalah di bidang hukum. Saat awal menjabat, Jokowi harus menghadapi badai besar, yakni 'Cicak-Buaya Jilid III'.

Namun, setelah memasuki tahun kedua pemerintahan, kondisi dunia hukum di Indonesia mulai tenang. Aparat penegak hukum mulai bisa bekerja dengan tenang tanpa kegaduhan.

Kapolri kala itu Jenderal Badrodin Haiti, Jaksa Agung M Prasetyo dan Ketua KPK Agus Rahardjo bisa bekerja sama menegakkan hukum di Indonesia. Tak jarang, ketiga penegak hukum melakukan joint investigation dalam beberapa kasus.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, memasuki bulan Juli 2016, Presiden Jokowi membuat sebuah gebrakan yang mengagetkan. Kala itu, Jenderal Badrodin Haiti sudah memasuki masa pensiun sehingga harus diganti.

Di Mabes Polri, ada beberapa jenderal bintang tiga yang bisa menggantikan Badrodin. Namun ternyata pilihan Jokowi jatuh ke Tito Karnavian. Tito kala itu adalah jenderal bintang tiga termuda di Mabes Polri. Tito melompati setidaknya 4 angkatan.

Tanpa dinamika yang berarti, Tito mulus melenggang menjadi Kapolri dan akhirnya dilantik pada 13 Juli 2016 berdasarkan Keputusan Presiden tentang pengangkatan Kapolri Nomor 48/Polri/Tahun 2016. Pada hari itu juga, Tito bertitel jenderal bintang empat.

Keputusan Jokowi memilih Tito membuat kaget banyak pihak. Meski demikian, hampir semua pihak menerima Tito sebagai Kapolri pengganti Badrodin.

Setelah menjabat sebagai Kapolri, Tito melakukan beberapa perombakan di tubuh Polri. Pemberantasan terorisme menjadi salah satu fokus kerja Tito.

Berdasarkan data yang dihimpun, sepanjang 2016, Polri menangani 165.147 kasus dibandingkan tahun 2015 ada 373.636 kasus. Namun, presentase penyelesaian kasus menurun, dari 59% ke 58% dari semua kasus yang ditangani.

Demikian pula dengan Kejaksaan, kinerja Kejaksaan dalam menangani kasus mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya.

Namun, menjelang ujung kepemimpinan tahun kedua, Jokowi-JK sedikit diguncang dengan isu remisi PP 99/2012. PP itu salah satunya mengatur tentang pemberian remisi terhadap koruptor.

Banyak pihak khawatir revisi PP 99 juga akan melonggarkan pemberian remisi untuk koruptor. Berbagai protes terus mengalir dari kalangan akademisi, praktisi hukum maupun LSM.

Hingga akhirnya, Jokowi mengeluarkan pernyataan resminya. Jokowi menegaskan menolak revisi PP 99/2012 bila tujuannya untuk melonggarkan remisi terhadap koruptor.

"Mengenai revisi misalnya revisi PP 99 tahun 2012, sampai sekarang juga belum sampai ke meja saya. Tapi kalau sampai ke meja saya, akan saya sampaikan, saya kembalikan saya pastikan," ucap Presiden Jokowi di hadapan para pakar hukum di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (20/9/2016).

Sementara itu, indikator utama tingkat korupsi yang diukur melalui Corruption Perception Index (CPI) menunjukkan perbaikan, baik dari segi peringkat maupun skor. Indonesia secara global berada di peringkat 88.

Namun demikian, publik juga disajikan dengan banyaknya pejabat dan aparat penegak hukum yang terjerat kasus korupsi. Pengadilan menjadi salah satu titik terparah. Sejak tahun 2016, beberapa hakim dan panitera ditangkap karena terjerat kasus korupsi.

(Hbb/fdn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads