Di rumah sederhananya di Jangli Golf RT 8 RW 2, Kelurahan Jangli, Kecamatan Tembalang, Semarang, dia selalu dibantu adiknya, Andi Legianto (31) terutama jika harus berkegiatan di luar rumah seperti belanja atau ke suatu tempat karena belum ada transportasi yang menunjangnya untuk mandiri.
![]() |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi fisik Suwanto sudah diderita sejak usia 8 bulan akibat penyakit polio. Ia pun hanya mengenyam pendidikan hingga SMP karena kesulitan transportasi yang bisa ia manfaatkan. Kemudian tahun 2006, seorang temannya sesama penyandang disabilitas datang membawa motor modifikasi roda tiga.
"Ada teman main ke rumah, bawa motor yang sudah dirancang roda tiga. Saya langsung semangat agar bisa lebih mandiri," tegasnya.
Kala itu ia membeli motor bekas seharga Rp 600 ribu dari tabungannya kemudian membeli bahan-bahan modifikasi. Meski seorang penjahit, Suwanto cukup mengerti dunia otomotif sehingga ia dengan mudah merancang sendiri modifikasi untuk motornya.
![]() |
"Rancangan pertama itu pakai Kawasaki Joy, habis sekitar Rp 1 juta untuk modifikasi. Langsung bisa dan cocok," kata Suwanto.
Kini ia bisa berpergian keluar rumah tanpa harus merepotkan adiknya, bahkan keberhasilannya itu mulai diketahui banyak orang hingga ia bersedia menerima pesanan. Ia dan teman-temannya kemudian mendirikan Komunitas Motor Penyandang Cacat (Kompac).
"Bikin komunitas, ngumpul sesama pemilik motor roda tiga. Terus ada temen yang minta buatin dan tersebar dari mulut ke mulut. Sekarang punya bengkel milik komunitas," ujarnya.
Modifikasi motor yang dibuat Suwanto menjadi salah satu yang berkualitas bagus karena desainnya disesuaikan dengan kebutuhan penyandang disabilitas. Semisal kekuatan ada di tangan kanan, maka persneling dimodifikasi di kanan dan bisa dioperasikan menggunakan tangan, jika bagian punggung lemah, maka sadel akan dibuatkan sandaran dan stang juga ditinggikan.
![]() |
"Ya prinsipnya kalau membuat alat bantu jalan itu harus tahu kebutuhannya. Harga modifnya antara Rp 3 juta sampai Rp 5 juta," pungkas Suwanto.
"Saya sudah uji motornya naik Dieng, ke Jakarta bareng-bareng motor normal lainnya juga pernah," imbuhnya.
Sudah lebih dari 20 motor yang ia modifikasi dan bermanfaat bagi penyandang disabilitas. Tidak hanya motor, ia juga bisa membuat sepeda khusus difabel dengan pedal kayuh di tangan. Suwanto memiliki pemikiran penyandang disabilitas jangan dikasihani, tapi diberdayakan layaknya orang normal.
"Kami jangan dikasihani, tapi diberdayakan," kata Suwanto.
Kata-kata itu membekas di hati Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Provinsi Jawa Tengah, Tegoeh Winarno sejak berkunjung ke rumah Suwarno beberapa waktu lalu. Tegoeh pun langsung mengumpulkan anggota Kompac ke kantornya untuk memberikan bantuan agar modifikasi mereka sesuai standar dan lebih berkembang.
"Balitbang sesuai programnya, mengurangi kemiskinan dan pengangguran yaitu dengan menyiapkan infrastruktur untuk teman-teman disabilitas," kata Tegoeh.
Balitbang Jawa Tengah melakukan inkubasi terhadap inovasi Suwanto dan teman-temannya. Tegoeh berharap secepatnya inovasi itu bisa berkembang dan dapat dimanfaatkan lebih banyak orang.
"Inovasi ini kita inkubasi untuk hilirisasi hingga komersialisasi. Kalau teknologi sudah siap, kita bantu kembangkan kemudian akan dilindungi dengan hak kekayaan intelektual," tegasnya.
Bahkan Tegoeh juga berusaha mengirimkan nota dinas kepada Gubernur Jawa Tengah agar dinas-dinas terkait ikut membantu mereka termasuk hingga pemasaran. Balitbang hanya bisa membantu pengembangan inovasinya sampai pengurusan HAKI sesuai tupoksinya.
"Ini masih banyak kekurangan, kita usahakan lengkapi. Ada yang masuk tugas Dinas Sosial, maka kami buat nota ke Gubernur. Kelanjutan termasuk replikasi agar dilakukan di dinas yang bersubstansi," tegas Tegoeh. (alg/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini