Dalam gugatannya, pihak Djan Faridz dkk merasa dirugikan dengan keputusan Menkum HAM yang mengesahkan hasil muktamar VIII PPP yang dilaksanakan pada 8 hingga 11 April 2016 yang memenangkan kubu Romahurmuziy,padahal berdasarkan putusan Mahkamah Agung, kubunya lah yang seharusnya dinyatakan sah sebagai pengurus DPP PPP.
Dalam sidang yang beragendakan pemeriksaan pendahuluan di Mahkamah Konstitusi, Jl Medan Merdeka Barat, Selasa (18/10/2016), majelis hakim menilai ada beberapa teori yang berulang dan harus ada yang diperkuat untuk meyakinkan hakim.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi coba diformulasi kembali tentang mestinya semua harus patuh pada putusan pengadilan, dan bukan intervensinya yang harus ditonjolkan tapi putusan pengadilan yang tidak bisa diabaikan karena sudah inkrah. Sehingga kita bisa yakin melanggar norma kalau orang tidak patuh pada putusan pengadilan," jelas Hakim Aswanto.
Aswanto mengatakan apabila mencermati pasal yang diuji, nantinya tak hanya satu kubu yang dirugikan, namun keduanya. Karena apabila ada yang bersengketa, mestinya yang berhak mengajukan calon adalah yang diputus oleh pengadilan.
"Dan kubu lain tidak boleh daftar karena tidak disahkan pengadilan. Mungkin dalam perbaikan nanti, hal ini bisa ditambahkan," jelasnya.
Ketua majelis Hakim Manahan P Sitompul mengatakan dalam permohonan perlu ada kronologis perkara yang lengkap agar semua pihak mengerti kapan penetapan itu disahkan, lalu mengenai kubu mana yang pertama kali mengajukan gugatannya di pengadilan. Hal tersebut, menurut Manahan, juga harus dirinci secara jelas.
"Kubu siapa yang berhak mengutus calonnya di DPR kan tujuan (gugatan) ini ke sana nantinya. Sehingga parpol yang diakui, baik pengadilan dan pemerintah, itulah yang berhak duduk di DPR," sambungnya.
Hakim anggota Partialis Akbar juga menambahkan seharusnya dalam permohonan juga dijelaskan apakah gugatan ini nantinya bermakna pengesahan kubu kepengurusan DPP PPP dari Djan Faridz.
"Hal ini berkaitan dengan kerugian konstitusionalitas tadi. Tolong dijelaskan dalam permohonannya," kata Patrialis.
Atas koreksi ini majelis memberikan waktu hingga 31 Oktober selambat-lambatnya untuk memperbaiki isi materi permohonan.
Kubu Djan Faridz menggugat keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-006.AH.11.01 yang mengesahkan Muktamar VIII PPP.
Dalam permohonannya ke MK, kubu Djan Faridz menilai Pasal 40 ayat 3 UU Pilkada yang mereka uji materikan ini telah memberikan kewenangan kepada kekuasaan eksekutif untuk mengintervensi dan mereduksi nilai putusan hakim yang berkekuatan hukum dan bertentangan dengan prinsip negara hukum yang seharusnya menghormati segala putusannya dalam penyelesaian sengketa.
Pasal 40 ayat 3 UU Pilkada ini dinilai Djan Faridz dkk memberikan ruang bagi Menkum HAM untuk mencampuri perselisihan internal Parpol hingga ke tingkat memutuskan pihak mana yang sah dengan mengabaikan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. (rni/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini