Marwah Daud memenuhi panggilan penyidik Polda Jawa Timur pada Senin 17 Oktober 2016. Mantan politisi Golkar ini diperiksa di ruang penyidik Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda Jatim sejak pukul 10.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB.
Profesor dan doktor yang pernah menimba ilmu di Amerika Serikat ini mengaku dicecar 30 pertanyaan seputar organisasi Dimas Kanjeng, aktivitas di padepokan hingga alasannya menjabat sebagai Ketua Yayasan Keraton Kesultanan Sri Raja Prabu Rajasa Nagara sejak dua bulan lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut rentetan kesaksian Marwah Daud:
Perkenalan dengan Dimas Kanjeng
|
Foto: Rois Jajeli
|
"Dulu ada (Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng). Tapi saya tidak tahu, kapan, tidak ada," kata Marwah Daud Ibrahim usai menjalani pemeriksaan di gedung Direktorat Reserse Krimnal Umum (Ditreskrimum) Polda Jatim, Jalan A Yani, Surabaya, Senin (17/10/2016).
Ia mengatakan, dirinya itu didapuk menjadi Ketua Yayasan Keraton Kesultanan Sri Raja Prabu Rajasa Nagara sejak 11 Agustus 2016. Marwah dicecar sekitar kurang lebih 30 pertanyaan seputar keterlibatannya di Yayasan Keraton Kesultanan Sri Raja Prabu Rajasa Nagara.
"Pertanyaannya di antaranya, terkait dengan perkenalan saya dengan Dimas Kanjeng. Terus tentang yayasan gimana? Strukturnya gimana? Kapan yayasan berdiri? Tentang organisasi dan fungsinya gimana sebagai yayasan?" ujarnya.
Misteri 'Bungker' Rp 1 Triliun
|
Foto: Rois Jajeli
|
Meski menjadi Ketua Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng, Marwah Daud Ibrahim, mengaku tidak pernah mengetahui keberadaan uang tersebut maupun tempat penyimpanannya.
"Saya tidak tahu," kata Marwah Daud Ibrahim di sela pemeriksaan di gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jatim, Senin (17/10/2016).
Marwah mengatakan, dirinya ditunjuk sebagai Ketua Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng sejak Agustus 2016. Meski sebagai ketua yayasan, Marwah mengatakan, dirinya tidak pernah membicarakan mengenai uang yang dikumpulkan oleh Dimas Kanjeng.
"Yayasan kan baru," ujarnya.
Kabarnya ada bungker atau penyimpanan uang yang dikumpulkan Dimas Kanjeng. Namun, mantan politisi Partai Golkar ini mengaku juga belum pernah melihatnya.
"Saya tidak tahu," ujarnya.
Saat ditanya wartawan tentang modus penipuan yang dilakukan Dimas Kanjeng Taat Pribadi, Marwah yang pernah menjadi pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini mengatakan, tidak tahu dan menyerahkan sepenuhnya proses hukum yang sedang berjalan.
Impian Kraton Kesultanan
|
Foto: Marwah Daud di Padepokan Dimas Kanjeng (Zainal Effendi/detikcom)
|
"Programnya bagus. Programnya untuk kemaslahatan umat, sesuai dengan rencana-rencana saya, impian-impian saya selama ini," kata Marwah Daud Ibrahim kepada wartawan usai menjalani pemeriksaan di gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jatim, Jalan A Yani, Surabaya, Senin (17/10/2016).
Ia mengatakan, tidak takut hadirnya kerajaan akan menjadikan negara dalam negara. "Oh ini beda. Ini keraton kesultanan. Kerajaan ini lebih ke fungsi budaya. Fungsi untuk ya kalau kita lihat kan tatanan berbangsa bernegara," tuturnya sambil menambahkan,
Dia mengaku sering ditanya soal pilihannya menjadi ketua yayasan tersebut meski pernah mengenyam pendidikan di Amerika Serikat.
"Kuno katanya. Saya bilang kurang apa majunya Jepang, dia punya Kaisar. Kurang apa Malaysia? Dia juga punya rajanya dihormati. Kurang apa Thailand, betapa rakyatnya menghormati dan mencintai rajanya. Jadi enggak ada pertentangan negara dalam negara," terangnya.
Meski baru dua bulan menjabat sebagai ketua yayasan 'kerjaaannya Dimas Kanjeng', Marwah sudah memiliki program-program.
"Kita punya tim program yang sekarang ini pendataan seluruh anggota, seluruh santri. Mereka brasal dari kabupaten mana, dan terus keunggulan di masing-masing kabupaten itu apa. Karena garis besar programnya antara lain seperti bagaimana membangun sekolah sesuai unggulan daerah. Kemudian bagaimana memberikan santunan seperti di Islam memberikan bantuan ke guru-guru ngaji yang selama ini belum
sepenuhnya diperhatikan. Bagaimana kemudian rumah-rumah ibadah. Kan di sana ada Hindu, Kristen, ada Islam, ada Katolik," paparnya.
Kemudian ia menambahkan, program tersebut bisa dicontohkan seperti di area padepokan Dimas Kanjeng. Ada pembangunan masjid, pendopo untuk rapat bersama, tempat ibadah. Dia juga berencana membangun koperasi. "Jadi model awalnya ada di Probolinggo. Kemudian teman-teman kan diminta supaya ada dari seluruh provinsi, ada seluruh kabupaten dan masing-masing diharapkan membuat program di kabupaten masing-masing," jelasnya.
Mahar Tanpa Janji
|
Foto: Marwah Daud di Padepokan Dimas Kanjeng (Zainal Effendi/detikcom)
|
"Jangan bilang pengikut toh. Santri," kata Marwah Daud.
Ia menceritakan proses rekruitmen dirinya menjadi pengikut Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Marwah mengakui, pernah menyerahkan uang mahar
ke Dimas Kanjeng. "Waktu daftar iya. Berapa nilainya, saya lupa," ujarnya.
Ketika ditanya, apakah menyetorkan mahar hingga Rp 10 juta. "Nggak sampai, jauh di bawah itu," katanya.
Mantan politisi Partai Golkar ini mengatakan, saat menyerahkan uang mahar, Dimas Kanjeng tidak pernah memberikan janji-janji seperti akan melipatgandakan uang yang disetorkan.
"Nggak ada janji-janji. Saya menganggap daftar menjadi anggota di organisasi kan pasti ada biaya pendaftarannya. Ya biasa saja. Cuma
istilahnya saja disana mahar. Di sini pendaftaran. Kalau di koperasi namanya simpanan pokok. Biasa saja, normal saja," terangnya.
Pengadaan Uang untuk Kemaslahatan Umat
|
Foto: Marwah Daud diperiksa/ Rois detikcom
|
"Oh ya (perlu dana). Makanya dananya bukan dari santri. Dana dari program kemaslahatan umat," kata Ketua Yayasan Kraton Kasultanan Sri Raja Prabu Rajasa Nagara, Marwah Daud Ibrahim usai menjalani pemeriksaan di gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jatim, Jalan A Yani, Surabaya, Senin (17/10/2016).
Dana program kemaslahatan umat, kata profesor dan doktor yang pernah mengenyam pendidikan di Amerika Serikat itu, seperti dana dari pengadaan uang yang dilakukan Dimas Kanjeng Taat Pribadi.
"Itu beliau (Dimas Kanjeng) sampaikan contoh-contoh yang diperlihatkan, pengadaan uang. Itu bukan penggandaan," ujarnya.
Ia mengatakan, sempat menanyakan dana operasional dan mendukung program yayasan itu ke Dimas Kanjeng. "Saya tanya beliau, ya ini ada (uang). Waktu-waktu tertentu bisa dilihat. Beliau menyimpan di mana, kita ndak tahu disimpan di mana," katanya.
Kemampuan Dimas Kanjeng yang bisa mengadakan uang itu membuat yakin mantan politisi Partai Golkar ini. "Kemampuan itu saya menyakininya. Itu saya sampaikan tadi, kesaksian saya apa yang saya lihat, saya alami, saya ketahui. Saya melihat beliau memperlihatkan kemampuan itu dan itu sama sekali bukan untuk keperluan pribadi beliau, tapi untuk kemaslahatan umat, untuk Indonesia," ujar Marwah.
Menurut Marwah, uang hasil pengadaan Dimas Kanjeng tak ada yang dimanfaatkan sebagai dana operasional yayasan. Uang-uang itu disebutnya, hanya digunakan untuk kemaslahatan umat. "Oh itu belum pernah dipakai biaya operasional," katanya.
"Kalau beliau sih menurut saya, beliau mendapatkan kelebihan itu, dapat mencari dan mendapatkan ilmu itu. Pengadaan uang itu bukan untuk kepentingan beliau, tapi untuk kemaslahatan umat," ujarnya.
Saat ditanya, kenapa harus menggunakan uang pengadaan. "Nggak tahu saya. Nggak tahu jawabannya apa," katanya.
Ia mengatakan, bagi yang sudah menyerahkan mahar untuk menjadi santri, bisa meminta kembali ke Dimas Kanjeng. Menurutnya, Dimas Kanjeng akan mengembalikan uang tersebut.
Imbau Pengikut Bertahan di Padepokan
|
Foto: M Rofiq/detikcom
|
"Sebelum berketetapan hukum tetap, sebaiknya jangan ini (digusur atau diusir dari padepokan) dulu," kata Marwah Daud.
"Kita lakukan langkah-langkah, ya kan? Kita lagi mencari kebenaran," tuturnya.
Dia juga mengapresiasi aparat kepolisian yang melakukan penjagaan di Padepokan Dimas Kanjeng.
Meski Dimas Kanjeng meringkuk di tahanan Polda Jatim, para pengikutnya sebagian masih bertahan di tenda-tenda yang didirikan di area Padepokan Dimas Kanjeng di Probolinggo. Pemerintah setempat bahkan sudah berupaya memulangkan para pengikut Dimas Kanjeng ke kampung halaman mereka. Sebagian pengikut yang merupakan 'koordinator' memilih setia bertahan di padepokan.
Halaman 2 dari 7











































