Menolak Jadi Eksekutor Hukuman Kebiri, Ini Solusi dari IDI

Menolak Jadi Eksekutor Hukuman Kebiri, Ini Solusi dari IDI

Rini Friastuti - detikNews
Kamis, 13 Okt 2016 09:27 WIB
Menolak Jadi Eksekutor Hukuman Kebiri, Ini Solusi dari IDI
Foto: Ilustrasi: Luthfy Syahban
Jakarta - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan menolak menjadi eksekutor hukuman kebiri sebagai hukuman tambahan bagi pelaku kejahatan seksual, menyusul disahkannya UU Nomor 1 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Meski menolak, IDI memiliki usulan terkait pihak mana yang nantinya dapat menjadi eksekutor.

"Eksekutor itu bisa saja bukan dokter, tapi orang-orang yang mungkin merupakan tenaga kesehatan lain yang bukan dokter, yang dilatih untuk itu," ujar ketua biro hukum pembinaan dan pembelaan anggota IDI dr H. N. Nazar saat dihubungi detikcom, Rabu (12/10/2016).

Nazar menjelaskan metode seperti itu telah diterapkan di beberapa negara lain yang saat ini masih mengaplikasikan hukuman suntik mati (euthananisa). Nah, nantinya tugas dokter hanya sebagai pihak yang memantau prosesnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dalam hal kebiri ini peran dokter, nantinya dokter itu kan ada dokter di kejaksaan kehakiman dan sebagainya, dan dia hanya mengecek apakah dosisnya atau obat itu sudah mencapai targetnya, itu cerita lain, karena IDI tidak bisa dan tidak boleh (menjadi eksekutor hukuman kebiri). Ini melanggar sumpah profesi dan kode etik profesi," jelas Nazar.

Hukuman kebiri ini memang memancing pro dan kontra dari masyarakat hingga anggota dewan. Dalam pengesahannya, dua fraksi yaitu Gerindra dan PKS masih menolak.

Perppu ini mengatur pemberatan hukuman hingga hukuman mati bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak, juga hukuman seumur hidup, serta hukuman penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun. Hukuman tambahan berupa pengumuman identitas pelaku, dan tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan cip. (rni/imk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads