Permintaan ini termasuk untuk Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang sejak awal menolak menjadi eksekutor hukuman kebiri sebagai hukuman tambahan. Meski menolak, ketika sudah menjadi undang-undang IDI tak bisa berbuat apa-apa.
"Ini sudah menjadi UU, jadi mau enggak mau harus diikuti. IDI (tetap sebagai eksekutor, -red) akan diikutkan dalam Peraturan Pemerintah (PP),"kata Yohanna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/10/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami akan tindaklanjuti, tadi ada beberapa catatan yang diminta untuk kita liat kembali. Tapi tetap sudah disetujui jadi UU. Jadi kami dari kementerian dan kementerian terkait bisa membuat PP untuk itu yang saya katakan tadi rehabilitasi sosial, kebiri dan pemasangan chips ditubuh pelaku," ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Komisi VIII DPR Ali Tahar Parasong mengatakan, salah satu persoalan lanjutan yang harus dipikirkan pemerintah adalah eksekutor kebiri. Terlebih lagi, IDI sejak awal telah menolak hal ini karena faktor etik profesi.
"Dalam perdebatan di komisi dan panja, salah satu opsi alternatif adalah menunjuk dokter di lembaga pemasyarakatan atau rumah sakit kepolisian yang memiliki kewenangan untuk melakukan eksekusi," ungkapnya.
"Maka mudah-mudahan kita lihat perkembangan selanjutnya setelah diundangkan. Jika diperlukan evaluasi, maka memerlukan waktu yang cukup," imbuhnya. (wsn/rvk)











































