Mualimin menjelaskan kalau gugatan itu tidak untuk cari sensasi atau apapun. Dirinya hanya ingin memberikan contoh penyelesaian konflik dengan jalur hukum.
"Niat saya menggugat Mas Budi nggak ada niat apa-apa. Saya hanya memberi contoh agar siapa pun, masyarakat yang merasa dirugikan orang lain, kalau jalan lain ditempuh, ya melalui jalur hukum. Sebenarnya pingin itu," ujar Mualimin dalam konferensi pers di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (10/10/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi di hati saya berniat lagi maka besok juga kalau mas Budi minta maaf dan kita saling memaafkan di waktu pengadilan, saling memaafkan saya bilang mas besok saya cabut gugatannya karena mas Budi sudah minta maaf dan akui kesalahannya," cetus Mualimin.
Mualimin menggugat Fresh Laundry ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) sebesar Rp 210 juta lewat gugatan perdata biasa. Rinciannya, Rp 10 juta untuk harga jas dan Rp 200 juta kerugian immateril.
Tapi benarkah langkah hukum Mualimin? Berdasarkan UU yang berlaku, seharusnya gugatan Mualimin disalurkan lewat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dengan ganti rugi tidak boleh melebihi harga barang. Kalau tidak mau menggunakan jalur BPSK, maka bisa menggunakan jalur peradilan perdata sederhana di pengadilan yang diselesaikan dalam satu pekan. Hal itu diatur dalam Peraturan MA Nomor 2 Tahun 2015 dengan ketentuan ganti rugi hanya seharga kerugian materil/jas Rp 10 juta, tanpa kerugian immateril.
![]() |
Kalau mau memberikan pejaran hukum, mengapa tidak menggunakan sarana hukum perdata khusus yang ada dan Pak Dirjen mencantumkan kerugian immateril Rp 200 juta?
"Sudah selesai-sudah selesai," jawab Mualimin buru-buru meninggalkan ruang jumpa pers tanpa mau menjelaskan alasan mengajukan gugatan immateril Rp 200 juta. (ed/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini