Pihak yang digugat adalah Sekretariat Negara (Sekneg). Pasalnya Sekneg sebagai lembaga negara yang dianggap mengurusi administrasi negara.
"Dianggap waktu diserahkan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pihak Sekneg secara administratif yang menyimpan dokumen tersebut. Kepentingannya sesuai Keppres dibuka ke publik. Kita menggugat mana dokumennya, kalau ada kami minta Presiden Joko Widodo membukanya jangan bilang hilang," tandas anggota TPF Hendardi di Ruang Sidang KIP, Gedung PPI, Jakarta Pusat, Senin (10/10/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perjuangan itu sederhana. Di sidang KIP kami menguji ketegasan presiden di masa lalu SBY dan ketegasan Presiden sekarang Joko Widodo. Ketegasan itu untuk mempublikasikan laporan pencari fakta kasus Munir," tandas anggota TPF Usman Hamid.
Selain tidak tegas, Presiden dinilai enggan untuk membeberkan hasil laporan TPF. Usman menduga keengganan itu muncul karena ada konsekuensi pasca membeberkan hasil temuan TPF.
"Kami menempuh ini karena melihat ada keengganan di dalam sikap Presiden untuk mengumumkan secara terbuka. Keengganan itu bisa saja disebabkan karena keengganan untuk menerima risiko atau konsekuensi dari melaporkan hasil," sambungnya.
Usman menjelaskan putusan ini penting untuk menunjukkan konsistensi dibentuknya TPF sekaligus janji untuk melaporkan hasil investigasi tim. Apalagi Presiden mengakui pelanggaran HAM menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
"Presiden tidak tegas bukan hanya tindak lanjut tapi juga konsekuensi melaporkan itu ke publik. Putusan ini memiliki arti penting bila dihubungkan dengan pernyataan Presiden Jokowi pekan lalu yang menyebut PR kita pelanggaran HAM dan kasus pembunuhan Munir. Apakah itu memiliki arti keadilan bagi Suciwati dan masyarakat atau hanya permainan kekuasaan," tuturnya.
Sementara itu istri almarhum Munir yang juga hadir berharap kasus pembunuhan suaminya terang sehingga para pelaku bisa dituntut untuk bertanggung jawab. Dia menyebut tidak logis Setneg sebagai lembaga negara yang mengurusi administrasi menghilangkan dokumen.
"Jelas kalau dilihat dari tugasnya Setneg ini mengurusi administrasi negara. Kalau dengan mudah hilang tidak dikuasai dokumennya kok jadi mengentengkan tugas negara. Terus selama ini tugasnya apa," tukasnya.
"Kita tidak akan berhenti selama ini saya percaya banyak orang baik. Tapi kekuasaanlah yang membuat orang baik itu tumpul hatinya, tumpul ruang kebijaksanaannya jadi kesannya kasus suami saya dimangkrakkan bertahun-tahun. Sebenarnya ini mudah ada dokumennya kok," tambahnya.
Sidang putusan KIP ini dijadwalkan mulai pukul 13.00 WIB namun hingga pukul 14.30 WIB persidangan tak kunjung dimulai. Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) sebagai penggugat, anggota TPF dan keluarga korban menyanyikan lagu perjuangan untuk mendorong majelis hakim memulai persidangan.
(ams/Hbb)











































