Evelien membantah tanah dan bangunan tersebut dibeli dengan uang suaminya. Ia menegaskan bahwa yang membeli adalah keluarganya.
"Yang beli keluarga saya, enggak ada hubungan sama suami saya," kata Evelien saat bersaksi dalam persidangan Sanusi di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (3/10/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Evelien mengatakan, proses pembayaran dimulai sejak 2014. Pembayaran dilakukan bertahap.
"Setelah papi saya kasih uangnya ke saya, saya minta tolong ke suami saya untuk melakukan pelunasan itu," ujar Evelien.
Evelien mengatakan, ayahnya sempat mengajak Sanusi melihat-lihat rumah tersebut dan Sanusi menyatakan rasa sukanya. Termasuk untuk perabotan yang ada di rumah tersebut.
"Coba tanya pemiliknya, furniturenya mau dijual juga enggak. Kata mereka kalau memang ada yang mau ditinggal ya kita tinggal, kebetulan mereka kolektor barang antik dan suami saya juga suka," tutur Evelien.
Dalam surat dakwaan jaksa, tanah dan bangunan tersebut termasuk ke dalam aset Sanusi yang dibeli dari uang Rp 45 miliar yang dia peroleh dari rekanan Dinas Tata Air DKI Jakarta. Tanah dan bangunan dibeli pada 13 Juli 2015. Meski di pengadilan disebut Rp 16,5 miliar, namun tertulis di akta jual beli nomor 19/2015 sebesar Rp 4,32 miliar.
Selain didakwa menerima suap Rp 2 miliar,
Sanusi juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp 45.287.833.773. Ia membelanjakan uang tersebut untuk membeli sejumlah tanah dan bangunan serta kendaraan bermotor.
Terkait pencucian uang ini, Sanusi didakwa melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 64 ayat 1 ke-1 KUHP.
(rna/rvk)











































