Siti Zuhro: Jika Novanto Jadi Ketua DPR Lagi, Apa Memori Publik Sudah Sirna?

Siti Zuhro: Jika Novanto Jadi Ketua DPR Lagi, Apa Memori Publik Sudah Sirna?

Andhika Prasetia - detikNews
Sabtu, 01 Okt 2016 16:20 WIB
Foto: Zaki Alfaraby
Jakarta - Setelah namanya dipulihkan oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, Setya Novanto didorong kembali jadi Ketua DPR. Padahal, publik diyakini masih ingat betul bagaimana MKD menganggap Novanto melanggar kode etik berat di kasus 'papa minta saham'.

"Kita harus ingat apa yang ia katakan dulu. Seperti apa yang dikatakan Mas Imam Prasodjo (sosiolog-red) dalam puisinya 'Maafkan Aku Meludah Ke Arah Wajahmu'. Kalau Setya ingin mengembalikan posisinya, ingat kenapa dia dulu. Jadi apakah memori masyarakat itu sudah sirna?" kata peneliti LIPI, Siti Zuhro di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (1/10/2016).

Siti ZuhroSiti Zuhro


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kewenangan mengganti posisi Ketua DPR memang ada di Fraksi Golkar yang adalah kepanjangan tangan partai. Novanto sendiri saat ini merupakan Ketum Partai Golkar.

"Terlepas dari kepentingan partainya, atau dirinya sendiri, dan lain sebagainya. Dalam keadaan yang seperti ini kan sudah jalan, lebih bagus untuk tidak melanjutkan pemulihan nama baiknya," ungkap Siti.

Meski MKD tak membuat keputusan sebagai lembaga di kasus Papa Minta Saham, namun 17 hakim MKD sudah menyatakan sikap di kasus itu. Dua hakim Golkar, yaitu Ridwan Bae dan Idris Kadir, memberikan sanksi berat untuk Novanto. Berikut putusan 17 hakim MKD 16 Desember 2015 lalu:

1. Darizal Basir (PD): Bersalah, sanksi sedang
2. Guntur Sasono (PD): Bersalah, sanksi sedang
3. Risa Mariska (PDIP): Bersalah, sanksi sedang
4. Dimyati Natakusumah (PPP): Bersalah, sanksi berat
5. Maman Imanulhaq (PKB): Bersalah, sanksi sedang
6. Viktor Laiskodat (NasDem): Bersalah, sanksi sedang
7. Prakosa (PDIP): Bersalah, sanksi berat
8. Sukiman (PAN): Bersalah, sanksi sedang
9. A Bakri (PAN): Bersalah, sanksi sedang
10. Sufmi Dasco Ahmad (Gerindra): Bersalah, sanksi berat
11. Supratman (Gerindra): Bersalah, sanksi berat
12. Adies Kadir (Golkar): Bersalah, sanksi berat
13. Ridwan Bae (Golkar): Bersalah, sanksi berat
14. Sarifuddin Sudding (Hanura): Bersalah, sanksi sedang
15. Junimart Girsang (PDIP): Bersalah, sanksi sedang
16. Surahman Hidayat (PKS): Bersalah, sanksi sedang
17. Kahar Muzakir (Golkar): Bersalah, sanksi berat (imk/nwk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads