"Bisa saja, bisa Pak Aziz Syamsudin, ini kan cocok, secara tampang juga oke. Ada juga Pak Bambang (Soesatyo)," ujar Kahar sambil sedikit tertawa di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (30/9/2016).
Kahar meyakini, pergantian dalam alat kelengkapan dewan merupakan hal yang wajar. Jika itu terjadi tidak akan menimbulkan gejolak di internal partai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nggak perlu diupayakan kalau kita mau (ganti Akom -red), tinggal kirim surat kan selesai. Ketua DPR ini kan alat kelengkapan dewan sama kaya Ketua Komisi nggak perlu ada upaya susah-susah. Itu kan orang kita, kita ganti," beber Kahar.
"Fraksi kirim surat selesai. Tapi dia mau dia (Novanto -red) jadi Ketua DPR? Kan dia sekarang sibuk jadi ketua umum," imbuhnya.
Ia pun meyakini Akom tidak akan mempermasalahkan jika posisinya nantinya diisi kembali oleh Novanto. Akom tidak punya hak tolak seperti yang tertera dalam UU MPR, DPR, DPRD, DPD (MD3).
"Namanya anggota partai masa dia mau seumur hidup di situ. Dulu Pak Aziz dulu Ketua Komisi sekarang diganti Pak Bamsoet," ungkapnya.
"Itu aturan dan ada dalam UU MD3 jadi nggak ada hak tolak. Ini tolong biasa saja. Itu biasa saja. Tidak akan ada gejolak, Ketua DPR itu alat kelengkapan dewan," sambung dia.
Wartawan kemudian bertanya, apakah nama Novanto sudah resmi akan diajukan kembali menjadi Ketua DPR, Kahar menjawab santai. Dia menyatakan, keputusan tersebut dikembalikan ke rapat DPP.
"Semuanya nanti juga kan melewati mekanisme partai. Nanti kalau sepakat kan tinggal dibawa di rapat DPP. Kalau memang dia (Novanto) ya kita lihat nanti. Bisa juga Pak Aziz, bisa juga saya yang menjadi Ketua DPR," papar dia.
"Sampai saat ini Pak Novanto belum menunjukkan keinginan," tambahnya. (wsn/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini