"Oh saya tidak tahu, itu kan urusan mereka. Itu urusan dengan pihak internal DPR. Itu bukan urusan dari penegak hukum kejaksaan," kata Prasetyo di kantornya, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Jumat (30/9/2016).
Terkait dengan kasus dugaan permufakatan jahat, Prasetyo mengaku tim jaksanya tengah mempelajari kelanjutan kasus itu. Sejauh ini, kasus tersebut masih di tahap penyelidikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya Novanto menggugat Pasal 5 Undang-undang Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang Undang nomor 11 tahun 2008 yang berbunyi 'Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah' yang dikabulkan oleh MK.
"Permohonan pemohon diterima sebagian sepanjang tidak dimaknai khususnya frasa informasi elektronik dan atau dokumen elektronik sebagai alat bukti penegakan hukum atas permintaan kepolisian dan institusi penegak hukum lainnya sebagaimana diatur dalam UU ITE," kata Ketua MK Arief Hidayat saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jl. Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (7/9/2016).
Arief menjelaskan Pasal 5 ayat 1 dan ayat 2 serta pasal 44 huruf b dalam UU ITE tidak mempunyai hukum yang mengikat, selama tidak dimaknai khususnya frasa informasi dan dokumen elektronik sebagai alat bukti.
Menyusul dikabulkannya permohonan itu, nama baik Novanto pun dipulihkan MKD terkait skandal 'Papa Minta Saham'. Laporan itu sempat heboh ketika Sudirman Said mengadukan Novanto ke MKD DPR karena Ketua Fraksi Golkar DPR itu berupaya meminta saham PT Freeport Indonesia dengan mengatasnamakan Presiden Jokowi. Novanto melakukan lobi-lobi mencatut nama Presiden bersama dengan pengusaha Reza Chalid.
Dalam sidang, Sudirman Said menyerahkan rekaman percakapan Novanto, Reza Chalid, dan Bos PT Freeport Indonesia saat itu, Maroef Sjamsoeddin, sebagai bukti. Rekaman itu beberapa kali diputar di sidang. Dari rekaman, terdengar ada upaya Novanto dan Reza Chalid meminta saham PT Freeport.
Sejumlah saksi dihadirkan, mulai dari Sudirman Said sebagai pelapor, Maroef Sjamsoeddin sebagai saksi, Luhut Pandjaitan sebagai pihak yang namanya 66 kali disebut di rekaman, dan Novanto sebagai terlapor. Jalannya sidang banyak dikritik karena dinilai ada upaya menyelamatkan Novanto.
Di akhir persidangan, seluruh hakim MKD yang jumlahnya 17 orang menyatakan Novanto bersalah. Kemudian, Novanto mengundurkan diri dari Posisi Ketua DPR. Setelah Novanto mundur, persidangan ditutup. Pernyataan 17 hakim MKD tak dijadikan keputusan lembaga. MKD tak membuat putusan.
Kemudian, Novanto menggugat soal keabsahan penggunaan alat bukti rekaman ke Mahkamah Konstitusi (MK). MK memberi tafsir alat bukti rekaman hanya bisa dijadikan alat bukti oleh penegak hukum. Putusan inilah yang dijadikan dasar oleh MKD untuk memulihkan nama baik Novanto. (dhn/rvk)