Mengapa Konten Medsos Negatif dari Awkarin dan Anya Geraldine Bisa Muncul?

Mengapa Konten Medsos Negatif dari Awkarin dan Anya Geraldine Bisa Muncul?

Nograhany Widhi K - detikNews
Jumat, 30 Sep 2016 13:02 WIB
Foto: Dok. Pribadi-Ilustrator Zaki Alfarabi/detikcom
Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengimbau agar selebriti media sosial (medsos) muda Karin Novilda dengan nama medsos Awkarin dan Anya Geraldine mengunggah konten positif. Mengapa konten negatif itu bisa keluar dari seleb medsos muda itu?

"Asumsi saya, kalau Karin dan Anya seperti itu, kemungkinan besar circle pergaulan mereka juga pada begitu. Jadi, di mata mereka berdua, apa yang mereka lakukan itu hal biasa aja. Nggak tabu, nggak aneh, dll. Jadi yah mau upload hal kayak gitu, mereka biasa saja, tanpa beban, dan tanpa pikir seribu kali. Apalagi kalau ternyata postingan mereka bisa menjadikan mereka tenar dan lantas menghasilkan uang sendiri, pasti jadi makin susah untuk berhenti," demikian jelas seorang ibu anak 2 yang juga blogger, Grace Melia Kristanto.

Grace menyampaikan hal itu dalam wawancara tertulis dengan detikcom pada Kamis (29/9/2016). Grace memang kini menjadi seorang ibu, namun saat remaja, Grace dulunya berperilaku seperti Awkarin. Pengakuan Grace ini dituangkan dalam blognya gracemelia.com dalam artikelnya yang berjudul "Catatan untuk Para Orangtua: Dulu Saya Pernah Menjadi Karin Novilda" yang diunggahnya pada 23 Juli 2016 lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Foto: dok pribadi Grace Melia via gracemelia.comFoto: dok pribadi Grace Melia via gracemelia.com


Grace, dengan jujur mengakui bertingkah laku seperti Awkarin. Grace menuliskan, tingkah lakunya seperti Awkarin dulu. Ia misalnya memakai baju press body dan bangga bila aksinya bisa mengundang mata cowok-cowok memandangnya, memposting foto-foto sangat mesra dengan mantan pacarnya dulu hingga minum-minum.

"Selain tidak punya batasan dalam main, saya juga jadi tidak punya kontrol terhadap gaya busana. Zaman saya kuliah dulu, pakai hot pants mini itu sudah cukup dianggap terbuka. Beda dengan era si Karin Novilda, udel pun ikut dipamerkan. Kalau di era kimcil (masa remaja-red) saya dulu pakaian udel (pusar-red) kelihatan sudah populer, mungkin saya juga akan pakai baju model begitu ke mana-mana karena dulu perut saya sekempes Karin dan badan saya selangsing Karin, minus saya pendek banget," tulis Grace dalam blognya.

Di satu sisi, Grace selalu mampu mencapai prestasi akademik yang membanggakan. Prestasi akademik itu dicapai mulai dari SD sampai kuliah. Saat SD, Grace tidak pernah lepas dari 3 besar. Saat kuliah, Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) selalu di atas 3,6 hingga 4. Prestasi akademik ini memang membuat ibunya bangga.

"Pelan tapi pasti, pola pikir saya menjadi terbentuk: berprestasi secara akademik bikin Mama bahagia dan sayang saya. Prestasi akademik adalah segalanya," tulisnya.

"Lama-lama, pola pikir tersebut berkembang menjadi jika saya bisa membuktikan diri saya dalam hal akademik, itu sudah lebih dari cukup. Jika saya bisa dapat nilai sempurna, Mama nggak punya hak lagi untuk mengomeli saya dan untuk mengurusi pergaulan saya. Saya sudah 'memberinya' sebuah prestasi, di luar itu, terserah saya mau berbuat apa dengan hidup, gaya pakaian, dan pergaulan saya," imbuh Grace dalam tulisan blognya.

Grace mengakui saat itu dirinya berperilaku seperti itu karena ada faktor pendorongnya. Dalam kasus Grace, hubungannya yang tidak harmonis dengan sang ibundalah yang membuat Grace akhirnya berperilaku liar di luar rumah.


Foto: dok pribadi Grace Melia via gracemelia.comGrace Melia Foto: dok pribadi Grace Melia via gracemelia.com


"Saya merasa kurang diperhatikan di rumah, saya merasa dengan gaul lalu saya jadi makin banyak teman (sehingga nggak sepi lagi rasanya dalam hati), circle saya banyak yang begitu juga dan saya nggak punya benteng pertahanan. Bukan menyalahkan teman-teman saya. Saya menyadari saya-nya yang nggak punya keteguhan untuk nggak ikut-ikutan. Juga karena saya merasa bebas berekspresi seperti apa pun wong saya sudah berhasil membuktikan prestasi akademik saya kok. Jadi prestasi akademik akhirnya saya jadikan justifikasi atas bad attitude saya semacam terserah gue mau ngapain, yang penting tetep punya prestasi kan, so shut your mouth and stop judging me," jawab Grace pada detikcom.

Dalam menjawab pertanyaan detikcom, Grace menegaskan bahwa dirinya bukan psikolog dan tidak bermaksud menggurui.

"Saya hanya menceritakan pengalaman saya, dengan harapan semoga bisa menjadi sharing yang memberi pandangan terutama untuk orangtua karena saya pernah di posisi Awkarin, dll," kata Grace yang sering diundang menjadi pembicara tentang pengalaman orang tua membesarkan anak terutama anak yang menderita rubela.

Dia juga tidak serta merta menyalahkan pola asuh bagi seleb medsos muda itu. Semua itu dikatakan berkaca dari dirinya sendiri di masa muda.

"Saya juga mengakui dengan besar hati bahwa saya sendiri pun juga kurang punya keteguhan hati untuk menjadi anak muda yang baik. Namun, mau tidak mau, saya harus berkata bahwa pola asuh mama dan ketidakdekatan saya dengan keluarga memberikan sumbangsih yang cukup besar," pesan dia.

Sementara KPAI dan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) sudah melakukan pertemuan dengan pemilik akun instagram @awkarin atau Karin Novilda. Dalam pertemuan tersebut ada beberapa hal yang dibicarakan, khususnya mengenai aspek hukum dan moralitas terhadap konten dan video yang diunggah, serta mendapat keluhan dari masyarakat khususnya orangtua.

Setelah mendengarkan penjelasan itu, Karin Novilda selaku pemilik akun @awkarin mengakui konten dan video yang dia unggah ke media sosial tak memiliki unsur pendidikan dan berdampak kurang baik, terutama bagi follower dan anak-anak. Karin juga berjanji untuk menurunkan konten yang tak mendidik serta melakukan refleksi atas perbuatannya.


Halaman 2 dari 2
(nwk/nwk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads